telusur.co.id - Pencemaran lingkungan akibat limbah industri batik masih menjadi persoalan serius di Kota Pekalongan. Salah satu jenis limbah yang paling berbahaya adalah limbah cair batik. Jika tidak terkelola dengan baik, limbah yang berasal dari pewarna sintetis itu dapat berbahaya bagi biota air. Bahkan penelitian telah membuktikan bahwa, limbah cair batik dapat menyebabkan penyakit kulit hingga kanker.
Berangkat dari isu tersebut, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB UNAIR), M. Assadam Rizqi bersama rekannya mahasiswa Universitas Pekalongan, Nadin Adelia mengusung sebuah inovasi bernama SCOBYSIS.
Inovasi itu berhasil meraih juara 1 dalam Youth Competition Karisma Pekalongan yang diselenggarakan oleh Kemitraan dan Pemerintah Kota Pekalongan pada Sabtu (09/12/2023) di Hotel Howard Johnson, Kota Pekalongan.
Manfaatkan Scoby Kombucha sebagai Alat Penyerap
Sadam menjelaskan bahwa, SCOBYSIS merupakan sistem yang memanfaatkan scoby kombucha untuk menyerap limbah cair batik. Scoby kombucha ini merupakan hasil fermentasi teh dan gula yang memiliki daya absorpsi cukup baik terhadap logam berat. Logam berat sendiri adalah salah satu kandungan berbahaya yang terdapat dalam limbah cair batik.
“Inovasi yang kami rancang ini memiliki harga yang lebih terjangkau dan mudah untuk diterapkan. Inovasi ini terinspirasi dari jurnal literatur dan penelitian yang meneliti potensi scoby kombucha sebagai adsorben logam berat pada cairan limbah batik,” tutur mahasiswa prodi Manajemen itu kepada Unair News. Senin, (18/12/2023).
Lewati Proses Elektrosis
Sadam melanjutkan sistem SCOBYSIS akan mengolah limbah cair batik dengan cara menampungnya di bak yang berisi scoby kombucha untuk menjalani proses penyerapan.
Setelahnya, sistem itu akan mengalirkan limbah cair batik ke dalam bak elektrolisis. Proses elektrolisis ini merupakan proses kimia yang memanfaatkan tegangan listrik. Melalui proses elektrolisis ini, limbah cair batik akan terdegradasi dan senyawa kimia di dalamnya dapat terserap.
“Ketika inovasi ini berhasil, maka produsen batik tidak lagi khawatir soal limbah yang terbuang. Hal ini karena limbah yang sudah melalui sistem SCOBYSIS akan netral dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Dengan demikian, batik akan tetap mempertahankan eksistensinya di masa depan,” tukasnya.
Pada akhir, mahasiswa asal Pekalongan itu berharap inovasinya dapat diimplementasikan oleh para UMKM batik di Kota Pekalongan dan sekitarnya. Ia sangat percaya inovasi tersebut dapat mengurangi dampak pencemaran air sungai akibat proses produksi batik.
Ia juga tidak lupa berpesan kepada mahasiswa untuk terus berkolaborasi untuk menciptakan berbagai inovasi yang dapat menjawab persoalan yang ada saat ini.
“Seorang pemenang tidak lahir dari laut yang tenang sehingga membutuhkan tim yang solid dan bisa saling melengkapi kekurangan tim,” bebernya. (ari)