Bedah Buku “Identitas, Inovasi, dan Intergenerasi”: Tradisi Dirawat, Inovasi Dirangkul - Telusur

Bedah Buku “Identitas, Inovasi, dan Intergenerasi”: Tradisi Dirawat, Inovasi Dirangkul

Program Magister Media dan Komunikasi Universitas Airlangga bekerja sama dengan Delegasi Tetap RI untuk UNESCO menggelar bedah buku “Identitas, Inovasi, dan Intergenerasi”. Foto: dok. Unair.

telusur.co.id -Surabaya-Program Magister Media dan Komunikasi Universitas Airlangga bekerja sama dengan Delegasi Tetap RI untuk UNESCO menggelar bedah buku “Identitas, Inovasi, dan Intergenerasi” dalam sebuah forum ilmiah yang mengangkat pentingnya pelestarian warisan budaya takbenda di tengah era digital.

Buku ini merupakan kumpulan esai populer yang membahas strategi pelestarian budaya takbenda Indonesia yang telah diinskripsi UNESCO. Dalam sambutan pembuka, Prof. Bagong Suyanto, Dekan FISIP Unair, menekankan bahwa buku ini menjadi bentuk nyata kontribusi akademisi dalam mendukung pelestarian budaya melalui pendekatan ilmiah dan relevan.

Kapordi Magister Media dan Komunikasi FISIP Unair, Yuyun WI Surya, Ph.D, dalam pengantarnya menyatakan bahwa pelestarian budaya takbenda tidak bisa hanya bersandar pada nostalgia semata.

“Pelestarian budaya takbenda tidak bisa ditinggalkan pada nostalgia. Ia perlu masa depan, dan masa depan itu, hari ini, berada di tangan anak muda yang hidup di ruang digital,” ujarnya.

Salah satu penulis buku, Saevasilvia, mahasiswa program Magister Media dan Komunikasi, memperkenalkan konsep “robot angklung” sebagai pendekatan inovatif untuk menjembatani generasi digital dengan tradisi. Ia menekankan pentingnya membunyikan kembali memori tradisi melalui medium yang akrab bagi anak-anak masa kini.

“Ini salah satu cara untuk membunyikan kembali memori, supaya anak-anak yang besar dengan gawai tetap bisa terpikat oleh getaran bambu,” tuturnya.

Dari sudut pandang kebijakan budaya, Hartanti Maya Krisna dari Direktorat Kerja Sama, Promosi, dan Diplomasi Kebudayaan Kementerian Kebudayaan RI menggarisbawahi pentingnya strategi nasional yang menghubungkan akar budaya lokal dengan diplomasi budaya global. Ia juga menekankan perlunya dokumentasi, persetujuan komunitas, dan penghormatan terhadap aspek sakral dari warisan budaya takbenda.

“Patut diingat, pelestarian wajib menghormati praktik adat yang membatasi akses terhadap unsur tertentu, termasuk WBTb yang bersifat sakral atau rahasia,” ujarnya.

Pegiat budaya dan pendiri BN SETALOKA, Andreanto Surya Putra, turut memaparkan tantangan dan adaptasi yang dihadapi kesenian Reog Ponorogo di era modern. Ia menekankan perlunya peran negara dalam menyediakan ruang kreasi dan dana berkelanjutan.

“Diperlukan langkah strategis seperti pelatihan kreatif, integrasi Reog dalam kurikulum sekolah, dan promosi melalui platform digital agar lebih dekat dengan selera generasi sekarang,” katanya.

Dari Paris, IGAK Satrya Wibawa, Duta Besar dan Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, menyampaikan pentingnya diplomasi budaya sebagai sarana komunikasi lintas batas yang menyentuh dimensi identitas dan kolaborasi global.

“Kita punya segalanya, tetapi tantangannya adalah membuat dunia tidak sekadar melihat, melainkan juga memahami,” ungkapnya.

Ia menekankan bahwa nilai budaya Indonesia akan lebih berdampak jika dibangun dari akar komunitas dan disampaikan melalui narasi yang kuat.

Diskusi ditutup oleh Dina Septiani, pemantik sekaligus kontributor buku, yang merangkum bahwa pelestarian budaya membutuhkan “penjaga” dan “penutur”.

“Penjaga memastikan akar tetap kuat; penutur memastikan cabang terus tumbuh,” ujarnya.

“Dari Reog hingga robot angklung, dari balai desa hingga ruang Zoom, dari arsip hingga feed media sosial, semuanya adalah kisah yang, bila ditulis bersama, bisa membuat masa depan menoleh pada masa lalu dengan hormat.”

Buku “Identitas, Inovasi, dan Intergenerasi” dapat diakses secara daring dalam bentuk flipbook melalui laman resmi Prodi Magister Media dan Komunikasi Universitas Airlangga: https://komunikasi.fisip.unair.ac.id/kerjasama-kwriunesco-unair/


Tinggalkan Komentar