telusur.co.id - Maraknya kasus asusila di pesantren oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab membuat citra pesantren menjadi buruk akhir akhir ini. Pasalnya, banyak kejadian tindak asusila terjadi di kalangan pesantren yang korbannya menyasar anak di bawah umur baik laki laki maupun perempuan.
Ironisnya, kebanyakan oknum pelaku berlatarkan pengurus ataupun pendidik pesantren yang seharusnya menjadi sosok orang tua dan pelindung peserta didik. Baru baru ini, kembali terjadi, tindak asusila anak oleh orang dewasa. Pelaku merupakan pimpinan salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kota Jambi, Sumatera. Korban pencabulan tak lain adalah santrinya yang berjumlah belasan orang.
Menyikapi hal ini, Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Mamat Rachmat, mengaku miris melihat banyaknya kejadian yang terjadi di lembaga pesantren. Pesantren yang harusnya menjadi tempat untuk menimba ilmu agama dan pendidikan akhlak, menjadi buruk citranya dikarenakan oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Jujur saja, saya miris melihat citra pesantren yang akhir-akhir ini menjadi buruk. Masyarakat bisa jadi memukul rata reputasi pesantren menjadi buruk akibat maraknya berita berita kasus pelecehan seksual di bawah umur oleh oknum pesantren yang tidak bertanggung jawab, padahal tidak semua pesantren seperti itu," ungkapnya.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sepanjang 2024 ada 101 korban kekerasan seksual dari delapan kasus di lembaga pendidikan. Angka itu terhitung dari awal tahun sampai menjelang hingga Agustus. Dari angka itu artinya setiap bulan terdapat satu kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan. Dari 8 kasus, 62,5 persen atau lima kasus terjadi di lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama dan tiga kasus terjadi di satuan pendidikan berasrama.
Melalui Perda Pesantren, diharapkan citra pesantren bisa kembali menjadi baik dengan berbagai regulasi yang mengatur tentang peraturan pesantren, khususnya untuk Jawa Barat.
"Marak berita tentang tindak asusila di pesantren, sehingga orang tua enggan memasukkan anak-anaknya untuk masuk pesantren. Mudah-mudahan Perda yang para anggota dewan sosialisasikan mengenai pesantren bisa menjadi pencegah terjadinya hal ini terjadi lagi," harapnya.
Kang Rachmat berharap, adanya peraturan seperti ini bisa membuat para oknum berfikir lebih jauh sebelum melakukan tindakan memalukan yang terjadi di lingkungan pendidikan yang dapat mencoreng nama baik dan citra lembaga pendidikan islami seperti pesantren.
"Tolong jaga kembali citra pesantren sebagai naungan anak anak yang ingin menimba ilmu agama serta peserta didik merasa aman karena para pendidik bisa menjadi sosok penjaga dan orang tua di pesantren" tutupnya. [ham]