telusur.co.id -Oleh : Agus Widjajanto, Praktisi Hukum
Para pendiri bangsa , saat sidang BPUPKI dan hingga sidang PPKI ( Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) harus menyusun rumusan kontitusi tertulis sebagai hukum Dasar sebuah Negara yang disebut Indonesia , walau timbul perdebatan antar anggauta baik dalam Sidang BPUPKI maupun panitia kecil yang diketuai Oleh Soekarno yaitu PPKI , agar rumusan sistem Demokrasi kita , adalah berdasarkan nafas dan budaya serta karakter bangsa kita sendiri dengan sistem perwakilan yang disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat yang didalam nya adalah meliputi unsur unsur anggauta DPR, utusan daerah, Utusan Golongan, yang merupakan lembaga Tertinggi Negara yang memberikan mandat mengangkat dan memberhentikan presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara, dimana kedudukan presiden adalah mandataris MPR, karena adab dan budaya, serta karakter bangsa kita adalah berdasarkan Nilai nilai Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup bangsa( Philosophische grondslag atau weltanschauung ), dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat bersama .
Perlu dijelaskan disini pada sidang BPUPKI rumusan yang dihasilkan menyangkut dasar negara , sebelum.diundangkan dan disyahkan adalah piagam jakarta atau jakarta charter yang didalam nya memuat banyak hal penting dan memdasar , dalam sistem ketata negaraan kita , yang lalu disyahkan dan dikenal dengan nama UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam perjalanan panjang UUD 1945 banyak mengalami perubahan diantaranya adalah menjadi negara federasi (Republik Indonesia Serikat / RIS ) yang kontitusinya harus disesuaikan dengan Negara Federasi saat itu, namun pada akhirnya dikembalikan lagi sesuai UUD 1945 yang disyahkan pada tgl 18 Agustus 1945 , melalui Dekrit Presiden tgl 5 Juli 1959.
Demikian juga setelah tumbangnya pemerintahan orde Baru pada tahun 1998, dan munculnya masa Reformasi, kembali kintitusi kita dirubah disesuaikan dengan kondisi dan tuntutan jaman Refirmasi yang merubah UUD 1945 melalui Amandemen hingga ke empat kali nya, dimana telah bergeser dalam sistem Pemilu Presiden , dari Sistem perwakilan dimana Presiden adalah mandataris MPR menjadi sistem pemilihan langsung oleh Rakyat dengan kata lain presiden adalah msndataris Rakyat dimana berlaku suara rakyat adalah suara Tuhan ( Vox Populi Vox Dei ) sesuai pendapat para filsuf yunani yang diadopsi oleh negara negara Demikrasi di eropa dan amerika serikat.
Sistem Pemilu langsung dalam Pilpres memiliki beberapa konsekwensi logis , pada postur Demokrasi kita, hubungan antara negara dengan masyarakat dalam politik, dan hubungan antar masyarakat dalam politik.
Pada saat Amandemen hingga ke empat kali nya kalau boleh dipertanyakan disini, apakah sudah melalui kajian politik dan akademis yang mendalam , Deliberasi publik , uji publik, yang sustematis dan terukur untuk mengantisipasi segala konsekwensi sosial dari dampak pemilu pilpres secara langsung yang bisa kita lihat dan saksikan menimbulkan kegaduhan , perseteruan ,permusuhan yang berujung polarisasi pada setiap Pilpres berlangsung .
Pemilu presiden secara langsung butuh biaya / Cosh yang sangat besar , hingga uang jadi faktor penentu , dimana setiap kubu calon presiden secara politik harus menggandeng para pemodal besar yang pada akhirnya , timbul partai partai politik dalam cengkeraman para oligarki .
Disamping itu , pemilu pilpres secara langsung selalu terpusat pada individu dari calon presiden dan wakil presiden , agar siap bertarung yang harus membangun opini publik, melalui pencitraan dengan cara populis yang sangat rawan dimanipulatif dengan memainkan psycologi masyarakat lewat lembaga survai, media sosial, media cetak elektronik, sedang kan publik di indinesia tingkat pendidikan kan sebagian besar masih rendah yang sulit mencerna dan menguasai jejak record secara komprehensih , bagi calon pemimpin yang pada akhir nya timbul penggiringan publik soal sentimen agama melalui politik identitas yang akan memecah belah bangsa ini.
Prof Jeffrey Winters berpendapat melalui seminar demokrasi di Universitas Gajahmada, bahwa saat ini Indonesia adalah negara demokrasi tanpa hukum , yang mana setelah jatuh nya Orde Baru ( Soeharto ) justru terjebak dan masuk dalam sistem Politik Oligarki , akibatnya hukum yang harus nya membatasi serta mengawal pemerintahan , tidak berfungsi dimana hukum justru tunduk pada penguasa , Dibandingkan dengan Amerika Serikat kata jeffrey Winters , partai politik diamerika cuma dua partai yakni Demokrat dan Republik, sedang di Indonesia justru menjelma jadi multi partai puluhan partai , yang saat jaman orde baru cuma dua partai politik dan golongan karya saat itu, partai politik di amerika independent , sedang di Indinesia belum siap dalam pendanaan yang berakibat masuk nya pemodal besar dalam kepentingan partai politik, yang pada ujung nya kekuasaan hanya dikuasai oleh benerapa pemodal besar yang disebut Para Okigarki politik .
Maka tidak heran menurut Jefrrey Winters , sebagian besar masyarakat merindukan saat pemerintahan Soeharto dimana stabilitas politik memang lebih baik, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keamanan serta penegakan hukum juga lebih stabil .
Bahwa setiap bangsa mempunyai peradapan yang berbeda beda , peradaban setiap bangsa ditentukan oleh adab, karakter, adat istiadat , setiap masyarakat nya , tidak bisa diterapkan kepada bangsa lain , begitu juga dalam BerDemokrasi.
Melihat masa kampanye dan debat calon presiden dalam pemilu pilpres 2024 saat ini, dimana para calon presiden dan wakilnya tidak lagi fokus para program kerja, visi misi nya , justru kerap menyerang pribadi calon yang lain , maka dipertontonkan pada masyarakat itulah sistem Demokrasi yang sebetulnya bukan karakter dan corak demokrasi yang diciptakan oleh para pendiri bangsa saat indonesia merdeka, yang mana budaya santun , melalui musyawarah untuk mufakat, demi kepentingan Bangsa dan Negara tetap harus diatas segalanya , mengorbankan kepentingan pribadi, dimana pada masa Reformasi justru telah dilakukan penghancuran peradaban karakter bangsa, dimana setiap orang bisa seenaknya bicara, karena merasa dijamin kontitusi , dan lupa akan tanggung jawab nya sebagai anak bangsa, apakah memang seperti ini yang dicita citakan awal para pendiri bangsa? Dimana dari awal sudah dibentuk dan para pendiri bangsa berpikir jauh kedepan melampui jaman nya, dengan sistem perwakilan , maka ada lembaga tertinggi negara , yang bisa memverikan Garis besar petunjuk arah tujuan bangsa ini dalam jangka pendek, memengah , Panjang, yang dituangkan dalsm GBHN , yang dimusyawarahkan dan di debatkan oleh para wakil rakyat , sebagai manifestasi suara rakyat, baik dari DPR , Utusan daerah yakni para bupati, gubernur, walikota, utusan golongan, para cendikiawan , para tokoh agama, para tokoh masyarakat, untuk bangsa ini.
Menurut William J Chambliss dan Robert B Seidman bahwa hukum suatu bangsa tidak bisa dialihkan begitu saja kepada bangsa lain ( The Law Of Non Transferability of Law) sedang cicero berpendapat dimana ada masyarakat dusitu ada hukum, artinya hukum dan demokrasi harus disesuaikan dalam karakter masyarakat nya dalam suatu bangsa, tidak bisa diterapkan/ diadopsi oleh bangsa lain .
Indonesia adalah Indinesia, bukan Amerika, bukan Eropa, bukan india, tapi kita adalah kita,