telusur.co.id - Pembina Masyarakat Ilmuwan Teknologi Indonesia (MITI), Mulyanto menilai, rencana Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, meninjau ulang izin ekspor listrik EBET ke Singapura agar dilaksanakan secara sungguh-sungguh, jangan hanya gertak sambal.
Menurut dia, ini penting untuk menjaga kedaulatan energi nasional dan bukan sekedar upaya mengganti pemain dari kalangan kelompoknya sendiri.
"Kebijakan ekspor EBET ke Singapura memang layak dibatalkan mengingat bauran energi alternatif di dalam negeri masih jauh dari target. Selain itu model kerjasama ekspor listrik EBET ini tidak adil bagi kepentingan masyarakat Indonesia," kata Mulyanto dalam keterangannya, Rabu (9/10/24).
Mulyanto menganggap, dengan ekspor EBET ini masyarakat Singapura yang menikmati listrik, sedangkan masyarakat Indonesia harus merasakan dampak CO² yang ditimbulkan.
Mantan nggota Komisi VII DPR itu menyebutkan bahwa pemanfaatan EBET di dalam negeri masih rendah. Dari potensi PLTS nasional yang sebesar 33 GW, baru dimanfaatkan secara domestik hanya sebesar 80 MW. Bandingkan dengan kapasitas PLTS yang dipersiapkan untuk proyek ekspor listrik ke Singapura ini, yang sebesar 600 MW, hampir sepuluh kali lipatnya.
“Saat kinerja EBT kita masih kedodoran, sebaiknya kita fokus pada kinerja domestik. Bukan malah sibuk memikirkan kebutuhan negara lain. Ini namanya salfok. Salah fokus,” sindir Mulyanto.
Mulyanto minta, di sisa masa jabatannya Bahlil serius dan sungguh-sungguh menata ulang aturan pemanfaatan EBET dalam rangka penguatan cadangan energi nasional. Pengembangan teknologi energi sebaiknya harus ditujukan untuk kepentingan nasional sebelum dipakai untuk kepentingan orang lain.
"Daripada sibuk ekspor listrik untuk kepentingan negara lain, lebih baik mengejar target bauran EBET dalam negeri yang angkanya masih stagnan di kisaran 30 persen. Padahal deadline target terus berjalan," tegas Mulyanto.
Sebelumnya, dalam acara Green Initiative Conference 2024 yang diadakan beberapa waktu lalu, Bahlil mengutarakan niatnya mengevaluasi kebijakan ekspor EBET ke Singapura. Bahlil menganggap ekspor EBET dapat mempengaruhi daya saing dan dan keunggulan komparatif nasional dan pada saat yang sama justru menguntungkan negara lain.
Karena itu, ia bermaksud meninjau ulang kebijakan izin ekspor EBET ke Singapura. [Fhr]