telusur.co.id -Oleh. : *Petak Tondo Soerjo Prodjo*, Praktisi Hukum, Pemerhati Sosial Budaya.
Pendidikan adalah sebuah usaha kebudayaan yang bertujuan untuk menuntun pertumbuhan jiwa dan Raga anak, dimana melalui pendidikan juga merupakan media untuk mewujudkan manusia yang merdeka secara lahir maupun batin .Guru berperan sebagai Pamong atau pembimbing yang mendidik murid nya dengan kasih sayang dengan kesadaran personal, dimana Guru harus tetap berpegang pada kemampuan Dasar siswa / murid dengan mendorong untuk mengungkapkan kemampuan berpikir tapi tetap berbudi luhur. Seorang Guru, Dosen , pada semua level pendidikan harus berpikir , berperasaan dan bersikap seperti juru Tani , dimana menggarap Tanah disesuaikan dengan karakteristik tanah tersebut untuk ditanami, demikian juga juga terhadap siswa/ Murid nya seorang Guru tidak bisa merubah karakter dari siswa , akan tetapi hanya bisa memperbaiki dan memperindah harmoni nya. Tut Wuri Handayani ( Guru memberikan dorongan , semangat , kepada murid nya ) , Ing Ngarso Sung Tulada : Guru dan pemimpin didepan murid / siswa harus memberikan contoh tauladan yang baik , dalam pengajaran untuk mencetak generasi yang berbudi luhur , bulan hanya generasi yang cerdas seperti robot sesuai tehnologi kecerdasan buatan . Dan Moto Ing Madya Mangun Karsa ,yang artinya guru harus membangun motivasi memberikan semangat kepada murid siswa nya harus bisa lebih baik untuk nanti mendarma baltilan kepada keluarga dan Bangsa nya.
Semboyan Tut Wuri Handayani yang diabadikan sebagai logo Pada Kementerian Pendidikan , Riset dan Tehnologi ( Kemrndikbudristek ) yang hanya menjadi simbol dimana sistem pendidikannya justru telah mengamputasi Semboyan dari pendiri Taman Siswa itu sendiri , dengan menghilangkan mata pelajaran dasar pada pelajaran Bahasa daerah, Pancasila, Sejarah Bangsa nya dan membentuk karakter siswa sejak dini . Yang akibat nya hasil dari pendidikan yang melupakan pendidikan karakter , adalah menghasilkan generasi generasi yang individual, dan rasa nasionalisme yang luntur, serta budaya sopan santun juga telah hilang , yang ada adalah sebuah generasi yang arogan , dan merasa paling benar serta lebih cerdas dibanding generasi orang tuanya .
Melihat fenomena tersebut sebenarnya Indonesia tidak dalam keadaan baik baik saja , yang perlu terobosan untuk memperbaiki sistem yang dibangun sejak pasca runtuhnya Orde Baru memasuki era Reformasi yang sudah keluar jalur serta kebablasan . Dan harapan ini ditujukan kepada presiden terpilih tahun 2024 agar lebih bisa peka dan tanggap bahwa ada yang salah dan perlu dilakukan terobosan radikal untuk memperbaiki .
Fenomena tersebut tidak bisa dilepaskan karena terjadinya " degradasi moral " dari anak bangsa itu sendiri yang merupakan tugas kita semua .Mengajarkan moral dan etika serta cinta tanah air, sopan santun , rasa berbagi, toleransi antar umat beragama karena Negeri ini terdiri dari ber suku suku dan berbangsa bangsa dengan ratusan bahkan ribuan bahasa daerah, harus dimulai sejak usia dini, yang merupakan tugas kita semua seluruh Elemen anak bangsa, baik orang tua, guru baik tingkat pendidikan dasar , menengah dan hingga Dosen ,guru besar pada perguruan tinggi , kaum Agamawan , budayawan serta pejabat negara selalu pengambil kebijakan . Sementara sistem pendidikan kita dalam proses belajar mengajar sudah dibuat sedemian rupa seperti hal nya sistem pendidikan di Eropa , dimana pada usia dini sudah dijejali matematika , logaritma, Bahasa asing , yang merupakan pelajaran berat yang merupakan porsi pada pendidikan menengah atas dan pada level yang lebih tinggi , yang justru menghapus beberapa mata pelajaran Budi pekerti, Cinta tanah air , penghormatan terhadap guru , sopan santun , dan bahasa daerah , serta sejarah bangsa nya. Agar tetap melekat pada usia dini tersebut merupakan dasar dari pada membentuk karakter anak dan manusia seutuhnya dikemudian hari.
Di jepang yang merupakan negara maju , dan negara industri , Sistem pendidikan nya mengajarkan pada usia dini pada kelas satu hingga kelas tiga sekolah dasar , hanya diajarkan ekstra Kulikuler bidang olah raga untuk membentuk tubuh yang sehat, serta diajarkan khusus pendidikan Budi pekerti , sopan santun , sosialisasi sesama teman dan bersih terhadap lingkungan serta menghormati guru, orang tua, dan cinta budaya tanah air. Dijepang dalam proses belajar tingkat dasar pada kelas satu hingga kelas empat tidak ada ujian seperti di negara kita, akan tetapi guru memantau karakter dan cara bersosialisasi dalam pergaulan , sopan santun nya terhadap orang yang lebih tua , dan guru. Dengan sistem pendidikan tersebut apakah jepang menjadi negara terbelakang ? Oh tidak , jepang tetap sebagai negara industri maju , negara kampiun industri mobil , digital , elektronik , dan sumber keuangan dunia .
Berikan kepada siswa , Mahasiswa dalam semua strata pendidikan , kebebasan untuk berekpresi dalam berpikir agar menukan ide ide baru, menemukan terobosan baru , tanpa dikungkung oleh aturan dogma, tata cara dan juklak dimana kebebasan berekpresi untuk berpikir , Peran guru dan Dosen hanya sebatas juru Tani, yakni mengolah memilih tanaman sesuai tektur kondisi tanah , memberikan bimbingan dengan cara didepan siswa / mahasiswa memberi contoh , ditengah memberi semangat , dan dibelakang memberi dorongan itulah sebenarnya arti semboyan " Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani ,
Jaman saya kecil dulu pada tahun 70 an dengan sistem pendidikan lama , diajarkan tata cara menulis huruf latin halus, menulis huruf honocoroko yang merupakan bagian sejarah dari bangsa ini, diajarkan sopan santun , unggah ungguh , hormat terhadap guru serta orang yang lebih tua dan orang tua, saking keras nya seorang guru mengajarkan disiplin terhadap murid nya agar menjadi manusia yang berahlak bertanggung jawab serta berbudi luhur , maka dijaman itu guru sangat dihormati, coba jaman reformasi sekarang guru dianggap teman , apabila ada guru menghukum muridnya disekolah, yang ada sang guru dilaporkan polisi oleh orang tua murid karena semena mena , disinilah telah tejadi pergeseran nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara , serta bermasyarakat yang menafsirkan sesuai nilai nilai Pancasila , dan ajaran bapak taman siswa , Tut Wuri Handayani , ing Karso sun tulodo, tidak lagi terdengar diajarkan pada bangku bangku sekolah oleh guru guru kita , bahkan kebih kepada berorientasi pada pendidikan yang menguntungkan secara finalcial ( Education Bisnis ) hingga jangan kaget begitu mahal biaya pendidikan saat ini yang harus ditanggung masyarakat , dengan pembelajaran sopan santun, tata krama, sosialisasi cara bergaul yang dilakukan sejak usia dini tentu setidaknya akan melekat pola pikir di usia dini dari anak anak kita , agar menjadi pribadi yang luhur , jujur, dan penuh toleransi terhadap sesama . Bahkan sekarang kabarnya ditingkat perguruan tinggi rencananya akan menghilangkan mata kuliah Pancasila di semester pertama pada beberapa universitas baik negeri maupun swasta, hal ini berbanding terbalik dengan masa pemerintahan Orde Baru yang mengajarkan nilai nilai Pancasila lewat program Eka Prasetya Panca Karsa , untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat , pejabat, kaum pendidik agar bisa memberikan suri tauladan. Kepada masyarakat yang dipimpinnya dan diajarnya , apa itu makna dan nilai nilai dari Pancasila. Didunia dengan kemajuan Tekhnologi komunikasi dan informasi yang seolah olah tidak ada lagi batas negara, dengan kemajuan tersebut hampir semua anak bangsa menggunakan internet , listrik , bahkan masa pandemi covid , dilakukan lock down dirumahkam dimana memaksa masyarakat untuk rapat dan sistem belajar mengajar menggunakan Zoom di internet, belum lagi sistem perbankan , bahkan mobim juga bertenaga listrik, yang tentu itu semua bermuara pada sistem kontrol, yang bermuara pada Cip yang diciptakan berdasarkan tehnologi canggih yang tidak semua negara mampu menguasai dan membuat nya, jadi seolah olah kita digiring pada suatu kondisi tertentu secara bersamaan dan merata , apakah kita pernah membayangkan secara imajinasi saja , pada suatu ketiga terjadi Shotdwon ( Mematikan seluruh sistem dan komputerisasi ) sedang sistem yang dibangun menggunakan tehnologi yang belum sepenuhnya kita kuasai, dan harus belajar dari kasus negara Estonia , dimana saat Shootdwon seluruh operasi perbankan dan operasional internet mati, yang berakibat seluruh jaringan mati, dimana Estonia saat itu mengalami kelumpuhan total . Dan ini harus kita pikirkan bersama , tehnologi seolah membuat kita bangga dan hebat , padahal sebetulnya membuat diri kita semakin bodoh karena dikuasai oleh sistem tehnologi tersebut dan kita tidak bisa berbuat banyak kecuali ikut arus sistem tersebut , contoh segala internet pakai pulsa , token listrik , tarik tunai uang dalam perbankan , tranfer, telpon , dan sebagainya. Yang mau tidak mau kita dipaksa untuk ikuti sistem Dunia tersebut , yang pada titik tertentu bukan tidak mungkin jikalau terjadi turbulensi dalam sistem , berakibat mati total dan lumpuh pada semua sektor .
Bahwa suatu Sistem yang dirancang dan diciptakan salah akan membuat orang baik akan terseret dalam turbulensi lingkungan menjadi orang jelek dalam kapasitas nya sebagai warga negara, tapi dengan sistem yang baik , orang yang jelek secara mens rea ( niat jahat ) akan terkikis dan ikut terseret menjadi baik karena sistem yang bagus .
Demikian juga dalam kehidupan politik, setiap hari dipertontonkan dengan hujatan karena pilihan berbeda dalam politik , ditengah kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, belum lagi pada masa lalu terjadi politik identitas menyangkut keagamaan dalam pilkada , yang menggiring masyarakat pada potensi perpecahan antar umat beragama , yang mana masyarakat digiring pada opini dikaitkan dengan keagamaan , bahkan surga dan neraka , hal ini akibat dari adanya kebebasan yang tidak dibarengi dengan rasa bertanggung jawab akibat dari pada dirubahnya sistem ketatanegaraan , dimana Hukum dasar kita yakni UUD 1945 telah diamandemen hingga ke empat kali nya, yang merubah format dari sistem perwakilan menjadi sistem pemilihan langsung , menggunakan proporsional terbuka dalam sistem pemilihan dalam partai politik, hal ini akan berimbas pada suatu mata rantai yang saling terkait pada bidang yang lain , karena cost yang ditimbulkan sangat besar tentu bermuara pada saat menjabat pun akan berorientasi pengembalian modal , dalam masa jabatannya. Karena sistem proporsional terbuka siapapun calon legislatif , baik berusia muda maupun tua, belum lama masuk partai politik, dan dengan pengalaman yang masih sangat minim boleh mencalonkan diri, yang pada akhirnya terjadi politik transaksional , layaknya pada negara sistem liberal yang berorientasi ekonomi kapitalis , yang setiap calon baik calon kepala daerah , calon legislatif , bupati, walikota bahkan presiden ditengarai para ahli politik didukung oleh oligarki , yang tentu tidak ada makan siang yang gratis , dan hal ini berakibat pada sistem dan kondisi perekrutan jabatan jabatan strategis , baik di pemerintahan , penegak hukum , perbankan , menjadi ajang transaksional , yang muaranya akan timbul ketidak pastian dalam segala bidang , termasuk dalam bidang penegakan hukum , baik di tingkat penyidikan , penuturan maupun ditingkat peradilan pada Pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung , yang masih jauh dari rasa keadilan , yang kerap dijumpai adalah adanya peradilan yang sangat mahal yang harus ditebus oleh para pencari keadilan, dan terjadi penjungkir balik kan aturan hukum positif demi kepentingan tertentu , hal ini diakibatkan oleh, satu : adanya degradasi moral dari anak bangsa dan yang ke dua sistem yang dibangun sudah salah kaprah yang telah dikoyak dan diporandakan sistem yang yang ada , yang dibuat dengan konsep baru yang berorientasi pada Soko guru negara liberal dengan sistem ekonomi kapitalis , yang telah keluar dari rel konsep lama Yang telah dibangun oleh para pendahulu kita, para pemimpin pemimpin kita masa lalu.
Kita harus belajar pada sejarah , tepatnya sejarah berdirinya bangsa ini yang dibentuk oleh para pendiri bangsa ( Founding Father kita ) bahwa negara ini dibentuk dari awal adalah sebagai negara kesatuan berbentuk Republik yang menyatukan segala perbedaan baik agama , suku ,ras , budaya , adat istiadat bahasa, menjadi satu tujuan berdirinya negara Republik Indonesia yang berdasarkan sistem perwakilan sesuai sila ke empat dari Pancasila , dan sistem ekonomi kerakyatan secara gotong royong , dengan dasar dan falsafah serta pandangan hidup bangsa yakni Pancasila , bukan negara liberal yang berorientasi sistem kapitalis , juga bukan negara sosialis dengan Sistem ekonominya sosialis , tapi sebuah negara dengan konsep ketatanegaraan ala Indonesia yang dengan konsep ekonomi kerakyatan dengan cara gotong royong diilhami dari nilai nilai luhur para leluhur jaman dulu yang lalu dikonsep ulang oleh para pendiri bangsa dan nenek moyang bangsa ini. Bukan pula negara Agama akan tetapi negara yang melindungi segenap Umat beragama dalam menjalankan ibadahnya . Dan ini merupakan tanggung jawab kita bersama , seluruh elemen bangsa. Dan harus merefleksi diri kita bahwa kita telah gagal dalam menghantarkan para calon calon pemimpin bangsa pada proses kawah pendidikan kawah Candradimuka pada bidang pendidikan , Baik pada tingkat menengah atas hingga perguruan tinggi , yang melahirkan para anak bangsa yang telah menjabat dari berbagai strata , dengan kondisi korupsi yang masif dari berbagai lini , walau dibentuk rasuah anti korupsi seperti KPK tidak bisa berbuat banyak, justru korupsi terbesar dibongkar oleh kejaksaan agung , ini sungguh memprihatinkan . Mungkin benar oleh Pujangga Raden Ngabehi Ronggo Warsito bilang , ini jaman edan atau jaman kolo bendu , Yen ora edan ora keduman ( kalau tidak ikut berbuat menyimpang tidak dapat hidup ) , yang digambarkan sebagai periode konflik dan permusuhan antara berbagai komponen bangsa, yang dipicu oleh manipulasi dalang yang tidak terlihat yang mengendalikan peristiwa dibalik layar.
Maka tiada kata yang tepat, sebelum kita tersesat jauh dan terlambat dimana bangsa ini telah kehilangan jati diri dan Ruh nya ke Indonesiaan , kembalilah belajar dari sejarah masa lalu , dan jangan sekali kali melupakan sejarah bangsa ini pada masa lalu. Karena esok hari ditentukan oleh langkah kita hari ini.