telusur.co.id - Anggota MPR RI Fraksi Partai Golkar H. Mukhamad Misbakhun, mengatakan, diperlukan upaya merevitalisasi nilai-nilai kepahlawanan, seperti yang dulu dipegang oleh para pejuang. Terlebih, saat ini rasa kebersamaan dan gotong royong mengalami erosi dikalangan masyarakat. Terbukti, masyarakat semakin individualisme, dan mementingkan keperluan pribadi, dibanding orang lain.
Pahlawan, menurut Misbakhun tidak bisa hanya diartikan sebagi pejuang kemerdekaan. Tetapi, saat ini pahlawan harus dimaknai sebagai orang orang yang berbuat baik untuk orang lain. Sebagaimana para pejuang berjuang untuk kepentingan bangsa dan negara. Karena itu, orang yang membayar pajak sesuai kewajibannya, pendiri UMKM yang memberi kesempatan pekerjaan bagi orang lain, juga patut digelari pahlawan.
"Diera kekinian, perjuangan kita adalah mengisi kemerdekaan dengan pembangunan. Karena itu mereka yang berpartisipasi secara maksimal dalam pembangunan, dikatakan mewarisi nilai-nilai kepahlawanan, dan itu layak diberikan apresiasi," kata Misbakhun menambahkan.
Pernyataan itu disampaikan Misbakhun saat menjadi pembicara pada Dialog Empat Pilar, dalam rangka memperingati hari Pahlawan 10 November 2019. Dialog dengan tema Memaknai Semangat Hari Pahlawan, itu berlangsung di media centre MPR/DPR/DPD RI, Senin (11/11/2019). Selain Misbakhun, ada dua Narasumber lain yang ikut menyampaikan pendapatnya seputar memaknai semangat hari pahlawan, keduanya adalah Muchamad Nabiel Haroen anggota MPR Fraksi PDI Perjuangan dan J. Kristiadi pengamat CSIS.
Merevitalisasi nilai nilai pahlawan kata Misbakhun juga perlu dilakukan dikalangan generasi muda. Apalagi saat ini generasi millenial menghadapi ancaman radikalisme dan tawaran menggunakan ideologi baru. Jangan sampai, karena tidak mengenal nilai-nilai kepahlawanan, generasi muda dengan mudahnya larut dalam radikalisme maupun mengganti ideologi baru dalam berbangsa dan bernegara.
Pernyataan serupa disampaikan anggota MPR Fraksi PDI Perjuangan Muchamad Nabiel Haroen. Sesuai asal katanya, pahlawan berasal dari kata Pala, atau buah pala, yang berarti orang yang melakukan sesuatu, atau berbuat sesuatu. Karena itu, sudah tepat jika istilah pahlawan disematkan kepada orang yang melakukan sesuatu buat orang lain. Ini sesuai dengan hadis nabi, yang berarti, setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungan jawabannya.
"Makanya aneh, kalau ada umat Islam tidak mau berbuat apapun untuk orang lain, karen nanti dia akan dimintai pertanggungan jawab," kata Gus Nabiel menambahkan.
Gus Nabiel lantas mencontohkan warga NU yang sering ikut menjaga keamanan gereja saat orang Nasrani memperingati hari natal. Menurutnya sikap ini merupakan perwujudan nilai-nikai kepahlawanan, dalam bentuk saling bekerjasama dan tolong menolong.
Sementara itu Pengamat CSIS J. Kristiadi mengatakan, generasi muda mengidamkan sikap perjuangan yang dulu diperankan para pahlawan. Bedanya, pahlawan zaman dahulu adalah mereka yang berani mati untuk kemerdekaan. Tetapi, sikap perjuangan yang dibutuhkan saat ini adalah berani hidup, sesuai cita-cita berdirinya bangsa Indonesia.
"Kita butuh pejuang yang siap mengisi kemerdekaan, agar cita-cita mewujudkan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia bisa segera tercapai," kata J. Kristiadi menambahkan.
Laporan : Bambang Tri P