telusur.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terhadap batas masa jabatan presiden dan wakil presiden yang maksimal hanya bisa menjabat dua periode. Salah satu kesimpulannya, parahakim konstitusi menganggap gugatan tersebut tidak beralasan menurut hukum.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan, seperti dilihat dari kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Selasa (28/2/23).
Dalam perkara itu, seorang guru honorer bernama Herifuddin Daulay menggugat Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf I UU 7/2017 tentang Pemilu ke MK.
Kedua pasal itu mengatur tentang pembatasan dua kali masa jabatan yang presiden. Herifuddin menilai ada ketidakpastian makna dalam Pasal 7 UUD 1945 yang menyatakan: “Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.”
Akibatnya, muncul kekeliruan penafsiran dalam aturan turunannya, yaitu Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf I UU Pemilu. Bahkan, dia juga berpendapat pembatasan masa jabatan presiden lebih banyak menghasilkan kerugian daripada manfaat untuk negara.
Dijelaskan bahwa dalil yang diajukan Herifuddin tidak sesuai dengan pokok permohonannya. Begitu juga dengan provisi yang diajukan, bersifat kabur.
Dengan putusan MK itu, artinya kini presiden masih diwajibkan hanya dapat menjabat maksimal dua kali, dengan masing-masing masa jabatan selama 5 tahun.[Fhr]