telusur.co.id - Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi & Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Fahri Bachmid mengatakan, berdasarkan Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menegaskan sifat dan karakter kekuasaan kehakiman. Bahwa, kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Kemudian, dalam UU RI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga dikemukakan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
"Konsekuensinya, Mahkamah Agung (MA) sebagai salah satu puncak kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi mempunyai posisi dan peran yang strategis di bidang kekuasaan kehakiman. Karena tidak hanya membawahi 4 (empat) lingkungan peradilan, tetapi juga manajemen di bidang administratif, personil dan finansial, serta sarana dan prasarana," kata Fahri dalam keterangannya, Senin (6/2/23).
Fahri melanjutkan, beleeid “satu atap” memberikan tanggungjawab dan tantangan karena MA dituntut untuk menunjukkan kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Karena itu, sangat diperlukan kepemimpinan ditubuh MA yang kuat dan kredible, mempunyai visi yang jauh kedepan.
Fahri menganggap bahwa kepemimpinan MA haruslah figur yang negarawan serta menguasai aspek hukum serta kepemimpinan yang berwibawa dan kuat. Hal itu demi terwujudnya pengadilan yang unggul (court excellence), jika merifer pada persyaratan dalam The International Framework for Court Excellence yang merupakan produk dari The International Consortium for Court Excellence.
Ketujuh area tersebut adalah kepemimpinan dan manajemen (court leadership and management), perencanaan/proyeksi dan kebijakan (court planning and policies), sumber daya pengadilan [court resources (human, material and financial)], proses pengadilan (court proceedings and processes), kebutuhan dan kepuasan klien (client needs and satisfaction), akses layanan pengadilan yang terjangkau (affordable and accessible court services), kepercayaan publik dan percaya diri (public trust and confidence).
"Selang beberapa hari kedepan tepatnya hari Selasa tanggal 7 Februari 2023 di gedung Mahkamah Agung rencana akan digelar pemilihan wakil ketua Mahkamah Agung RI bidang Yudisial. Pemilihan ini dilakukan untuk mengisi kekosongan kursi Wakil ketua MA bidang Yudisial yang tadinya diisi Dr. Andi Samsan Nganro yang kini sudah memasuki usia purna bakti, awal Februari 2023," kata Fahri.
Dalam waktu yang bersamaan institusi MA sedang diterpa masalah korupsi yang melibatkan staf dan pegawai yang kemudian menyeret dua orang Hakim Agung yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Penetapan tersangka kedua Hakim Agung tersebut, lanjut Fahri, terlepas dari benar tidaknya tuduhan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimna dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), sebab harus dibuktikan terlebih dahulu melalui putusan pengadilan.
"Hal mendasar yang menjadi sorotan dan perhatian kita semua adalah terkait dengan kesigapan pimpinan MA dalam menyikapi masalah korupsi yang terjadi di tubuh MA," ucapnya.
Fahri menilai, pimpinan MA saat ini harus memiliki sense off crisis dalam menyikapi permasalahan di tubuh MA. Tujuannya dalam rangka penataan serta mengendalikan suasana yang lebih kondusif.
"Tidak boleh ada demoralisasi terhadap eksistensi Hakim Agung," pinta Fahri.
Fahri menekankan, pimpinan MA harus mengambil tanggung jawab institusi agar kepercayaan publik dapat di raih, dan secara moril Hakim Agung dapat bekerja untuk menyelesaikan tugas-tugas konstitusional terhadap penaganan perkara dengan baik.
"Jangan lagi ada pimpinan MA yang secara tegas mengatakan bahwa, 'mohon maaf saya angkat tangan' dan seakan tidak sanggup meyakinkan publik untuk menyelesaikan masalah korupsi di tubuh MA. Sesungguhnya hal tersebut jangan sampai terjadi, Pimpinan MA jangan 'escape' seperti itu, tetapi wajib hadir untuk selesaikan masalah," tegasnya.
Fahri beranggapan, dengan pernyataan di atas mengindikasikan bahwa pimpinan MA angkat bendera putih, sebagai tanda menyerah tanpa syarat dalam menghadapi korupsi yang terjadi di MA.
Padahal, dalam situasi dan kejadian seperti ini, pimpinan MA harus tegas mengambil keputusan sebagai langkah konkrit dan taktis untuk melindungi institusi dan lembaga peradilan di bawahnya dari segala bentuk tindakan korupsi demi menjaga marwah dan independesi lembaga MA dan lingkungan peradilan di bawahnya.
"Oleh karena itu, bersamaan dengan akan dilakukan pemilihan Wakil Ketua MA bidang Yudisial RI, idealnya Wakil Ketua MA RI yang akan dipilih nantinya adalah benar-benar merupakan seorang pemimpin yang memiliki integritas serta ketegasan sikap dan pemaham yang mendalam atas situasi yang terjadi saat ini," tutup Fahri Bachmid.[Fhr]