telusur.co.id - Pakar Hukum Tata Negara dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof. Juanda mengatakan, istilah penyerahan mandat memang dikenal dalam ilmu hukum tata negara. Ia mencontohkan, sebelum 2002 atau awal masa reformasi, presiden merupakan mandataris MPR.
Hal itu dikatakan Juanda menanggapi langkah pimpinan KPK Agus Rahardjo cs yang menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau dari segi istilah penyerahan mandat, memang di dalam ilmu hukum tata negara itu memang dikenal. Artinya bicara ada mandat, ada atribusi, ada delegasi. Artinya ketika seseorang itu mengangkat seseorang, maka berarti dia diberi mandat," kata Juanda di Jakarta, Selasa (17/9/19).
Namun, kata dia, dalam konteks kepemimpinan KPK, tidak ada undang-undang yang mengatur soal penyerahan mandat.
"Tetapi dalam konteks KPK, dimana 3 orang pimpinan KPK yang katakanlah menyerahkan mandat itu, sebenarnya di dalam ketentuan tidak kita kenal, tidak ada ketentuan begitu. Secara undang-undang yang berlaku tidak kita kenal adanya persoalan mandat atau penyerahan mandat," terang dia.
Pasalnya, dalam ilmu hukum tata negara, mandataris adalah orang yang diberikan mandat oleh pejabat tertentu. Dalam hal ini, Juanda berpandangan KPK tidak bisa diberikan ke pihak lain lantaran bukan mandataris siapapun karena pimpinan KPK dipilih melalui sejumlah mekanisme yang tidak hanya melibatkan presiden.
"Dia mekanismenya dulu adalah melalui panitia seleksi, dipilih, ada pansel itu menyeleksi beberapa orang capim itu, terus ke presiden, terus ke DPR, DPR memilih 5 orang. Nah kalau begitu sebenarnya ini mandatnya dari mana? Memang SK-nya Presiden, tapi kalau bicara mandat, menurut saya ini mandat campuran," ungkapnya.
"Presiden juga punya andil dalam proses penyeleksian dari pembentukan pansel oleh presiden, terus pensel bekerja dapat 10 orang, terus 10 orang disampaikan kepada DPR, DPR menyeleksi fit and proper test sehingga menentukan 5 orang dari 10. Artinya sebenarnya ini siapa? Kalau kita bicara mandat," bebernya.
Karena itu, lanjut dia, keputusan Agus Rahardjo dan dua Pimpinan KPK lainnya menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antirasuah itu kepada Presiden merupakan sikap yang salah kaprah sebab tidak ada aturan yang mengatur soal itu.
"Oleh karena itu intinya adalah saya tidak melihat secara hukum ada kata-kata istilah penyerahan mandat, tidak ada. Tetapi secara ilmu hukum tata negara pernah dikenal ada masalah mandat, tetapi bukan dalam konteks KPK," paparnya.
"Teori mandat tidak tepat digunakan dalam konteks KPK ini, kenapa? Karena tidak murni semata-mata mandat itu dapatnya dari presiden, karena juga ada andil dari rakyat yang diwakili oleh DPR, kan gitu maksudnya. Jadi kesimpulannya, pernyataan penyerahan mandat ini tidak tepat dan tidak dikenal dalam konteks KPK ini dengan Presiden," tuturnya.
Dia menjelaskan, dalam UU hanya diatur bahwa mandat bisa dikembalikan jika seseorang telah pensiun, meninggal, atau mengundurkan diri. Sementara hal itu terjadi ketika Agus Rahardjo cs saat menyatakan menyerahkan mandat ke Jokowi. Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa sikap pimpinan KPK itu membingungkan alias abu-abu.
"Dalam hukum tata negaranya atau UU yang mengatur tentang itu tidak ada istilah penyerahan mandat, yang ada orang berhenti, meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan, itu dalam UU yang ada, ini berhenti tidak, mundur tidak, kan ini akhirnya suatu sikap yang abu-abu menurut saya," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, saat ini KPK sedang dalam posisi dikepung dari berbagai sisi. Kondisi KPK disebutnya sangat memprihatinkan, terutama terkait revisi UU KPK. Atas kondisi itu, Agus mewakili pimpinan KPK menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi.
Hal tersebut disampaikan Agus dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/19). Ia didampingi dua komisioner KPK Laode M Syarif dan Saut Situmorang.
"Oleh karena itu, setelah kami mempertimbangkan sebaik-baiknya, yang keadaannya semakin genting ini, maka kami pimpinan yang merupakan penanggung jawab tertinggi di KPK, dengan berat hati pada hari ini Jumat 13 September, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden RI," ujar Agus.
Setelah menyatakan menyerahkan tanggung jawab, Agus menyebut jika pimpinan KPK akan menunggu tanggapan Presiden apakah mereka masih dipercaya memimpin KPK hingga akhir Desember atau tidak.
"Kami menunggu perintah, apakah kemudian kami masih dipercaya sampai bulan Desember. Kami menunggu perintah itu. Mudah-mudahan kami diajak Bapak Presiden untuk menjelaskan kegelisahan seluruh pegawai kami. Jadi demikian yang kami sampaikan semoga bapak Presiden segera mengambil langkah penyelamatan," kata Agus. [Fhr]