Pakar Sebut RUU Perampasan Aset Bakal Rubah Paradigma Hukum Pidana - Telusur

Pakar Sebut RUU Perampasan Aset Bakal Rubah Paradigma Hukum Pidana

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar

telusur.co.id, Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bakal mengubah paradigm para penyelenggara hukum. Hal tersebut lantaran dalam RUU itu nantinya, penyelenggara hukum didorong agar lebih menekankan pengembalian kerugian negara ketimbang pada persoalan pidana.

Demikian disampaikan Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar saat diskusi virtual pada Ruang Anak Muda, Selasa (20/4/2021).

Dijelaskannya, selama ini paradigma hukum dalam menangani kejahatan ekonomi, lebih kepada pendekatan aspek pindana dan menghukum orangnya ketimbang memprioritaskan pengembalian kerugian negara.

"RUU Perampasan Aset ini akan merubah paradigma. Selama ini perkara pidana lebih bayak menghukum orangnya ketimbang mengembalikan secara maksimal kerugian negara. Instrumen pidananya sepertinya lebih puas menghukum badan, padahal pengembalian aset ini penting," kata dia.

Karena itu, dia memberi dukungan moril kepada eksekutif dan legislatif untuk segera melakukan pembahasan dan mengasah RUU tersebut.

Abdul Fickar yakin, dengan Undang-undang Perampasan Aset tersebut, penegak hukum akan lebih mampu secara cepat dan maksimal mengembalikan kerugian negara, kendati dari perkara yang sistemik dan penuh rekayasa seperti kasus Jiwasraya dan Asabri.

"Selama ini sulit mengembalikan kerugian negara, terutama dari kasus yang penuh rekayasa keuangan dan rekayasa legal, akan sulit menembus karena perlu dibuktikan  terlebih dahulu. Namun dengan RUU Perampasan Aset, tidak perlu menunggu pembuktian," jelasnya.

Pada kesempatan ini, Abdul Fickar membantah jika ada kekhawatiran pelanggaran HAM yang muncul dari perampasan aset.

Menurutnya, konstruksi hukum RUU Perampasan Aset lebih kepada perdata, sehingga pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan keberatan dan melakukan pembuktian.

"Memang ini ranah pidana tapi konstruksinya ke perdata dan pihak yang merasa dirugikan juga bisa melakukan perlawanan dan pembuktian. Segingga nantinya pembuktian terbalik," imbuhnya.


Tinggalkan Komentar