Partai Pendukung Prabowo Harusnya Tetap Menjadi Penyeimbang - Telusur

Partai Pendukung Prabowo Harusnya Tetap Menjadi Penyeimbang


Telusur.co.id

Meski dalam sistem Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yidak mengenal adanya kata oposisi, namun fungsi-fungsi oposisi itu sendiri tetap ada dan tetap dijalankan oleh partai-partai yang bukan partai pemerintah.

Begitu dikatakan Pakar Hukum Tata Negara, Juanda dalam Diskusi Empat Pilar MPR bertajuk “Demokrasi Pancasila, Rekonsiliasi Tak Kenal Istilah Oposisi?” di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (1/7/19).

“Dalam hal ini yang penting dalam negara demokrasi, khususnya Pancasila itu adalah bagaimana kontrol atau pengawasan dari social society, kemudian lembaga-lembaga yang berwenang seperti apa yang dikemukakan dalam sistem UUD 1945 kita,” kata Juanda.

Juanda menjelaskan, ada lebih dari tiga pembagian kekuasaan. Ketika kekuatan menumpuk di dalam satu tangan, itulah yang namanya tirani, dan otoriter absotlute akan terjadi.

“Nah ini yang sangat tidak kita inginkan, dan ini akan terjadi nanti apabila katakanlah rekonsiliasi dalam konteks bahwa rekonsiliasi hingga masuk ke kabinet semua, apalagi tinggal PKS saja, saya kira tidak elok dalam rangka kita membangun demokrasi konstitusional berdasarkan Pancasila ke depan,” terangnya.

Juanda melihat, ada gejala-gejala Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan ditinggalkan dari empat atau lima partai yang berkoalisi dalam rangka mendukung Prabowo. Menurutnya, ada gejala indikasi dua atau tiga partai akan bergerak ke tempat yang lain.

“Sehingga kalau ini terjadi, saya kira akan tinggal dua partai lagi, yaitu Gerindra dan PKS,” ungkapnya.

“Kalau terjadi ada pergerakan ke gerbong lain misalnya tinggal dua partai, maka saya kira ini sangat tidak balance. Sehingga prosentase tinggal 80-20 atau hanya 
78 persen dan 22 persen,” tambahnya.

Menurutnya, hal ini tidak seimbang. Ketika yang 22 persen melawan atau mengontrol yang 78 persen, ini tidak mungkin. Ketika ada kebijakan pemerintah yang kurang tepat, maka kekuatan 22 persen tersebut tidak akan kuat.

“Oleh karena itu saya melihat ini adalah sebuah kondisi demokrasi tidak sehat, walaupun memang hak dari dua partai itu sendiri masuk dan bergerak ke tempat lain,” katanya.

Dia menilai, elit politik maupun partai politik belum menunjukkan sikap yang konsisten dalam rangka mengambil pilihan politiknya.

“Seharusnya 4 atau 5 dari partai yang mendukung bapak Prabowo kemarin tetap konsisten menjadi penyeimbang dan ini saya kira bagus dan elok dalam rangka pendidikan politik untuk generasi kita selanjutnya,” katanya lagi.

“Kalau kita belajar teori politik seperti di Amerika ketika Hillary Clinton kalah dengan Obama, lmaka dia tidak pindah ke partai republik. Saya kira ini bagus kalau kita mau mencermin ke Amerika. Tetapi inilah Indonesia, unik sekali orang bisa berpindah-pindah partai kalau kepentingannya tidak lagi terpenuhi di dalam partai tersebut,” tandasnya. [asp]

 


Tinggalkan Komentar