Oleh : Beniharmoni Harefa*
BELUM lama ini, Tempo merilis berita terkait kasus Formula E, EKSKLUSIF TEMPO: Begini Upaya Firli Bahuri Diduga Menjerat Anies Baswedan di Kasus Formula E (1/10/22). Dalam berita tersebut disimpulkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri disebut berkali-kali mendesak satuan tugas penyelidik kasus formula E agar menaikkan status penanganan kasus Formula E dari penyelidikan ke penyidikan.
Pada berita Tempo, desakan disampaikan Firli disaat gelar perkara Kasus Formula E. Pada gelar perkara itu juga disampaikan ada perbedaan-perbedaan pendapat. Tim satuan tugas penyelidikan menganggap bahwa kasus formula E belum cukup bukti dilanjutkan ke tahap penyidikan, namun Firli tetap mendesak. Adapun sumber berita dari dilakukannya gelar pekara itu menurut Tempo adalah kata penegak hukum, yang tidak disebutkan namanya dalam berita.
Selain itu, Tempo juga mengutip pendapat-pendapat Ahli Hukum pidana diantaranya Prof Romli Atmasasmita, Prof Agus Surono, yang menyampaikan bahwa kasus Formula E hanya pelanggaran administratif dan tidak termasuk perbuatan pidana. Hal ini juga yang perlu diklarifikasi apakah para guru besar ini menyampaikan pendapat mereka dalam gelar perkara yang dilaksanakan atau saat dihubungi oleh wartawan Tempo, karena belum jelas kapan dan melalui apa para guru besar hukum pidana tersebut menyampaikan pendapat yang dimaksud.
Pemberantasan Korupsi, Jangan Dipolitisir
Penulis sebagai akademisi hukum tentunya menjadi tergelitik menanggapi apa yang telah dirilis Tempo dalam berita tersebut. Lazim diketahui khalayak bahwa dalam penanganan suatu perkara pidana, diawali dengan penyelidikan. Hasil penyelidikan ini biasa disampaikan dalam suatu gelar perkara dimana tujuan untuk memastikan peristiwa tersebut merupakan perbuatan pidana atau bukan. Gelar perkara ini sifatnya tidak terbuka, dan tidak semestinya hasil gelar perkara ini juga disampaikan kepada publik.
Penyelidikan semestinya merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk melihat suatu peristiwa merupakan tindak pidana atau bukan (Pasal 1 angka 5 KUHAP). Sehingga hal-hal yang disampaikan pada saat gelar perkara menjadi konsumsi tim penyelidik dan aparat yang diberi kewenangan untuk itu. Dimana kegiatan serangkaian ini masih belum berakhir dapat saja dengan bukti-bukti lainnya, status perkara dinaikkan ke tahap berikutnya yaitu penyidikan.
Sehingga sekali lagi seharusnya gelar perkara tidak terbuka dan semestinya tidak disampaikan ke publik.
Terkait pendapat Tempo yang menyimpulkan bahwa ketua KPK Firli Bahuri mendesak agar tim penyelidik segera menaikkan kasus Formula E ini ke tahap penyidikan juga sangat terburu-buru, bahkan jika melihat judul berita …. Firli Bahuri Diduga Menjerat Anies Baswedan… ini terlalu tendensius dan tidak berdasar. Sebagai ketua KPK wajar saja menyampaikan pendapat dalam suatu gelar perkara, karena memang gelar perkara adalah forum dimana tim akan menyampaikan hasil temuan-temuannya dan ditanggapi oleh pimpinan dan peserta gelar lainnya. Namun Tempo terlalu jauh menafsirkan dan menghubung-hubungkan dengan pemilihan presiden 2024.
Sebaiknya upaya pemberantasan korupsi ke depan harus dipilah-pilah dan jangan dicampuradukkan dengan politik praktis. Upaya pemberantasan korupsi harus terus diperjuangkan dan menjadi ikhtiar bersama. Pemberantasan korupsi, jangan dipolitisir. []
*) Penulis adala Kaprodi Magister Hukum/ Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta