telusur.co.id - Penolakan otoritas Amerika Serikat terhadap produk udang beku dan cengkeh Indonesia karena temuan Cesium-137 (Cs-137), telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan kerugian ekonomi serius bagi eksportir nasional.
Mengingat, hasil uji laboratorium FDA mencatat kadar Cs-137 hanya ± 68 Bq/kg pada udang dan ± 732 Bq/kg pada cengkeh, alias jauh di bawah ambang intervensi FDA 1.200 Bq/kg dan standar Codex 1.000 Bq/kg.
Anggota Komisi Energi DPR RI periode 2019-2024, Mulyanto menilai, penolakan AS terhadap produk yang memenuhi standar ini dapat menimbulkan dugaan adanya upaya menghambatan produk non-tarif yang tidak berbasis bukti ilmiah.
"Kadar Cs-137 yang ditemukan berada jauh di bawah batas aman FDA dan Codex sehingga tidak semestinya diperlakukan sebagai pangan berbahaya. Penolakan ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan kerugian bagi petambak, petani rempah serta pelaku usaha nasional," kata Mulyanto, Selasa (7/10/2025).
Ahli nuklir alumnus Jepang ini menegaskan,
Pemerintah Indonesia harus mengajukan protes resmi dan meminta klarifikasi tertulis kepada FDA, menempuh diplomasi teknis SPS (standar keamanan pangan dan kesehatan). Bila perlu membawa isu ini ke forum WTO agar tidak menjadi preseden hambatan non-tarif.
Mulyanto menjelaskan, ekspor udang Indonesia ke AS tahun 2024 mencapai sekitar USD 0,97 miliar dan rempah-rempah sekitar USD 564 juta. Jika penolakan terus berlanjut, potensi kerugian bisa mencapai Rp 2,4–4,9 triliun per tahun belum termasuk biaya tambahan pengujian ulang, logistik tertahan dan hilangnya kepercayaan pasar.
Ia minta Kementerian Perdagangan dan Luar Negeri segera melakukan diplomasi teknis untuk menegosiasikan kepastian hukum perdagangan. Kementerian teknis terkait dan Bapeten memperkuat sertifikasi keamanan rantai pasok agar setara dengan Codex dan FDA. Pemerintah RI perlu siap membawa isu ini ke WTO bila tidak ada penyelesaian memadai.
“Indonesia berkomitmen pada standar keamanan pangan internasional. Namun standar harus diterapkan secara konsisten dan adil agar jutaan nelayan, petani rempah dan UMKM tidak menjadi korban hambatan non-tarif yang merugikan perekonomian nasional,” tegasnya.[Nug]