telusur.co.id - Untuk merealisasikan kesepakatan antara Israel dan Hamas, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mempercepat pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional di Gaza.
Dilansir dari Sputnik, Trump mengatakan pasukan stabilitasi sudah berjalan “dalam bentuk yang sangat kuat” dan akan terus diperkuat seiring bertambahnya negara-negara yang bergabung.
Pernyataan itu disampaikan Trump di tengah rencana Washington melangkah ke fase kedua proses perdamaian Gaza yang mencakup penarikan pasukan Israel dari wilayah tambahan, pembentukan struktur pemerintahan baru, serta penempatan pasukan internasional di wilayah kantong Palestina tersebut.
Trump mengatakan pasukan stabilisasi itu telah beroperasi secara efektif dan akan semakin kuat dengan dukungan internasional yang meluas.
Pernyataan itu muncul setelah Axios, awal Desember ini, melaporkan bahwa Trump berencana mengumumkan dimulainya fase kedua proses perdamaian Gaza sebelum Natal.
Berdasarkan rencana perdamaian 20 poin yang disusun Trump, fase kedua mencakup penarikan Israel dari area tambahan di Gaza, pengerahan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF), serta pembentukan tata kelola baru bagi wilayah yang dilanda perang tersebut.
Struktur pemerintahan baru itu akan dipimpin oleh apa yang disebut Dewan Perdamaian yang diketuai Trump dan beranggotakan sekitar 10 pemimpin negara Arab dan Barat.
Dewan tersebut diproyeksikan menjadi pucuk pimpinan pemerintahan Gaza pada masa transisi, dengan mandat menjaga stabilitas, memfasilitasi rekonstruksi, dan menyiapkan landasan pemerintahan sipil jangka panjang.
Di bawah Board of Peace itu akan dibentuk dewan eksekutif internasional yang, menurut laporan Axios, akan melibatkan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, utusan khusus Trump Jared Kushner dan Steve Witkoff, serta sejumlah pejabat senior dari negara-negara yang tergabung dalam Dewan Perdamaian.
Pemerintahan Trump menilai keterlibatan tokoh-tokoh internasional tersebut penting untuk memastikan koordinasi politik, keamanan, dan ekonomi berjalan seiring.
Rencana ini menandai upaya terbaru Washington untuk mendorong penyelesaian konflik Gaza yang telah menimbulkan krisis kemanusiaan berkepanjangan, sekaligus memperluas peran internasional dalam menjaga keamanan pascaperang.
Namun, rencana tersebut juga diperkirakan akan menuai sorotan dan perdebatan luas, baik terkait legitimasi struktur pemerintahan baru maupun efektivitas pasukan stabilisasi internasional di lapangan, seiring masih rapuhnya situasi keamanan dan politik di Gaza.
Sumber: Sputnik



