telusur.co.id - Presiden Joko Widodo mengalokasikan wakil menteri (wamen) di Kementerian Sosial. Hal itu tertuang dalan Peraturan Presiden (Perprwes) Nomor 110 Tahun 2021 Tentang Kementerian Sosial pada 14 Desember 2021.
Dengan bertambahnya satu kursi wamen, maka total kursi wamen di Kabinet Indonesia Maju menjadi 16. Sementara pada Kabinet Indonesia Kerja, Jokowi hanya mengalokasikan tiga kursi wamen.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan membengkahnya kursi wamen pada Kabinet Indonesia Maju tentu layak dipersoalkan. Sebab, tidak jelas urgensi penetapan kursi wamen dalam satu kementerian.
“Semua tugas dan fungsi kementerian sesungguhnya sudah terbagi habis di unit eselon 1. Tugas dan fungsi eselon 1 juga sudah dijabarkan secara operasional oleh unit eselon 2,” ujar Jamiluddin, Senin.
Sementara semua kebijakan yang terkait tugas dan fungsi setiap kementerian ditentukan oleh menteri. Sekjen biasanya mewakili menteri dalam kegiatan seremonial. Sementara dirjen mewakili menteri dalam bidang operasional sesuai tugas dan fungsi kementeriannya.
Jadi, tugas dan fungsi setiap kementerian pada dasarnya sudah terbagi habis. Karena itu, tidak ada lagi tugas dan fungsi kementerian yang perlu didistribusikan untuk wamen.
Karena itu, penempatan wamen di kementerian pada dasarnya bukanlah kebutuhan. Sebab, kementerian yang sudah memiliki kursi wamen juga kinerjanya tidak membaik.
Ada kesan, kursi wamen hanya untuk mengakomodir orang-orang yang dinilai berjasa mengantarkan Jokowi jadi presiden. Jadi, kursi wamen hanya untuk mengakomodasi kepentingan politik.
Hal itu tentu tidak sejalan dengan keinginan Jokowi yang selalu ingin berhemat. Beban negara untuk 16 kursi wamen tentu tidak sedikit. Padahal negara saat ini sedang mengalami kesulitan keuangan.
“Karena itu, Jokowi seharusnya menghentikan penambahan kursi wamen. Selain memang tidak berkaitan dengan peningkatan kinerja kabinet, juga tidak sejalan dengan janjinya untuk menyusun kabinet yang ramping,” tandasnya. [ham]