Peringati World Day for the End of Fishing and Fish Farming, Aktivis Soroti Eksploitasi Hewan Akuatik dan Dampak Lingkungan - Telusur

Peringati World Day for the End of Fishing and Fish Farming, Aktivis Soroti Eksploitasi Hewan Akuatik dan Dampak Lingkungan

foto: internet

telusur.co.id - Hari ini, dunia memperingati World Day for the End of Fishing and Fish Farming (WoDEF), sebuah momen untuk menarik perhatian global terhadap penderitaan yang dialami oleh miliaran hewan akuatik. Setiap tahun, industri perikanan dan akuakultur mengeksploitasi dan membunuh triliunan ikan dan hewan laut lainnya, meskipun mereka diketahui sebagai makhluk yang cerdas dan mampu merasakan penderitaan. Aktivis dan pegiat kesejahteraan hewan menyerukan perubahan mendasar dalam cara kita memperlakukan hewan-hewan ini.

Industri Perikanan yang Menyakitkan dan Tidak Berkelanjutan

Secara global, diperkirakan hingga 1,1 hingga 2,2 triliun ikan liar ditangkap setiap tahun, sementara 124 miliar ikan budidaya dibunuh untuk konsumsi. Praktik yang digunakan dalam perikanan dan akuakultur sering kali melibatkan perlakuan tidak manusiawi, di mana ikan mengalami penderitaan yang mengerikan—dari dibuang isinya saat masih hidup, mati lemas, hingga dibunuh dengan cara yang menyakitkan.

Dalam budidaya ikan, kondisi hidup yang padat, kekurangan oksigen, dan ancaman penyakit menjadi kenyataan sehari-hari bagi hewan-hewan tersebut. Sementara itu, dalam industri budidaya udang, praktik yang menyakitkan seperti pemotongan tangkai mata digunakan untuk mempercepat reproduksi, yang menyebabkan penderitaan tambahan bagi makhluk laut tersebut.

Dampak Lingkungan yang Mengkhawatirkan

Namun, perhatian terhadap kesejahteraan hewan akuatik sering terabaikan, meskipun dampak yang ditimbulkan sangat besar bagi lingkungan. Industri perikanan skala besar berkontribusi pada overfishing yang mengancam keseimbangan ekosistem laut, mempercepat kepunahan spesies, dan merusak biodiversitas. Menurut PBB, sekitar dua pertiga dari stok ikan di dunia telah dieksploitasi secara berlebihan, sementara 23% stok lainnya telah sepenuhnya dieksploitasi—artinya ikan ditangkap lebih cepat daripada kemampuan mereka untuk bereproduksi dan memulihkan populasi.

Selain itu, industri ini juga menjadi salah satu penyumbang utama polusi laut. Investigasi terhadap Great Pacific Garbage Patch mengungkapkan bahwa hampir setengah dari sampah terbesar di dunia—sekitar 46%—berasal dari jaring ikan, dengan sebagian besar sisanya juga terkait dengan industri perikanan. Setiap tahun, sekitar 600.000 hingga 800.000 ton jaring ikan yang hilang atau ditinggalkan mencemari lautan, plastiknya membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, dan bahkan terus melepaskan mikroplastik berbahaya.

Dampak Kematian Makhluk Laut

Akibat polusi yang ditimbulkan oleh alat tangkap ikan yang terbengkalai, lebih dari 100.000 paus, lumba-lumba, anjing laut, dan penyu setiap tahunnya menjadi korban—terjerat dalam jaring ikan yang hilang. Kejadian ini mengungkap betapa besarnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh praktik perikanan terhadap kehidupan laut yang kita sering anggap remeh.

Saatnya Perubahan

Dengan adanya WoDEF, aktivis berharap masyarakat dapat semakin sadar akan penderitaan yang dialami hewan akuatik dan dampak besar yang ditimbulkan terhadap lingkungan kita. "Krisis perikanan adalah krisis kemanusiaan dan ekosistem," ujar salah satu aktivis. "Sudah saatnya kita beralih ke alternatif yang lebih berkelanjutan dan etis dalam memenuhi kebutuhan pangan, demi menyelamatkan ekosistem laut dan memperbaiki kesejahteraan hewan-hewan akuatik."

Memperingati hari ini, kita semua diajak untuk merenungkan pentingnya melindungi ekosistem laut dan menghentikan eksploitasi yang tidak berkelanjutan. Ini adalah momen untuk mendukung kebijakan yang lebih berwawasan lingkungan dan memastikan masa depan yang lebih baik bagi kehidupan laut kita.[]

 

 


Tinggalkan Komentar