telusur.co.id - Kepala Badan Karantina Indonesia, Sahat M Panggabean, melakukan sidak ke tempat pemeriksaan karantina (TPK) di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada Selasa (29/10/24).
Hal itu dilakukan guna memperkuat pengawasan karantina dan memastikan seluruh komoditas tumbuhan yang masuk ke Indonesia telah memenuhi prosedur karantina sesuai regulasi keamanan pangan.
“Kami memastikan bahwa setiap komoditas yang masuk melalui pintu-pintu pemasukan sudah melalui pengawasan yang ketat, serta memenuhi persyaratan karantina tumbuhan termasuk standar keamanan pangan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan,” ujar Sahat dalam kunjungannya.
Sahat juga menekankan, bahwa fungsi pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) agar terus ditingkatkan.
Lebih lanjut, pengawasan keamanan pangan segar asal tumbuhan terhadap pemasukan komoditas tersebut juga telah dilakukan melalui sistem karantina yang sudah terintegrasi.
“Sistem pengawasan kami dilengkapi dengan layanan digitalisasi, yaitu Prior Notice. Melalui sistem ini, dokumen terkait komoditas telah kami peroleh sebelum barangnya sampai di pelabuhan. Ini merupakan bagian dari sistem pre-border yang terus kami tingkatkan,” jelas Sahat.
Dalam sistem Prior Notice, Sahat menjelaskan, seluruh pelaku usaha di negara asal wajib mengirimkan dokumen pendukung sebagai langkah antisipasi sebelum komoditas tersebut sampai di Indonesia.
"Dengan begitu, prosedur pemasukan komoditas ke Indonesia tidak hanya lebih cepat, tetapi juga lebih aman dan memenuhi aspek biosecurity protection," ujarnya.
Selain sistem Prior Notice, Sahat juga menegaskan bahwa setiap prosedur pemasukan komoditas di pelabuhan harus sesuai dengan regulasi karantina yang berlaku, termasuk tahap verifikasi dokumen dan inspeksi fisik terhadap komoditas.
Setiap komoditas yang masuk akan melalui pengecekan ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap standar karantina dan keamanan pangan.
“Prosedur ini tidak hanya memastikan keamanan pangan, tetapi juga meminimalisir risiko masuknya OTPK yang bisa berdampak pada kelestarian tanaman lokal dan keseimbangan ekosistem," tambah Sahat.
Sahat menerangkan, bahwa komoditas tumbuhan yang masuk sudah melalui proses Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT) untuk menentukan manajemen risiko yang tepat dalam mencegah masuknya OPTK yang mungkin terbawa pada komoditas.
Selain itu, penilaian risiko aspek keamanan pangan juga dilakukan dan hasilnya telah diterapkan dalam bentuk pengawasan keamanan pangan segar asal tumbuhan, baik melalui mekanisme rekognisi/pengakuan sistem keamanan pangan negara asal maupun registrasi laboratorium penguji keamanan pangan di negara asal.
Dengan pengawasan ketat ini, Sahat berharap dapat memastikan bahwa setiap komoditas yang masuk ke Indonesia aman dikonsumsi dan tidak membawa risiko bagi kesehatan manusia serta ekosistem hayati di dalam negeri. [Fhr]