telusur.co.id - Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menekankan pentingnya agar pemilih berdaya supaya pemilu menjadi bermakna. Pemilih didorong tidak hanya melihat pemilu saat hari pencoblosan suara, tapi juga rangkaian yang menyertainya sejak masa pendaftaran calon, kampanye, dan masa tenang.
Hal itu disampaikan Titi saat berbicara dalam forum diskusi "Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu (Ngetren) Dengan Media" yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di hotel Shalva, Kebon Kacang, Jakarta Pusat, Jumat (24/11/23).
Titi mengatakan Indonesia sudah mengalami bibit-bibit fenomena subversi pemilu, yakni eksploitasi penyalahgunaan aturan hukum untuk seorang kadidat ke jabatan terpilih. Pengadilan disebut rentan dieksploitasi terhadap subversi pemilu.
"Apakah melalui mekanisme uji materi, penyelesaian perselisihan hasil, termasuk penyelenggara pemilu juga rentan dieksploitasi untuk membuat kebijakan yang menguntungkan," ujar Titi.
Selain itu, Titi mengatakan para penyelenggara Pemilu juga harus berintegritas.
"Penyelenggara pemilu menjadi aktor utama yang menjalankan proses pemilihan," ungkapnya.
Titi juga menjelaskan pentingnya kompetisi yang adil antara peserta Pemilu sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih.
Oleh karena itu, Aparatur sipil negara (ASN) dan aparat keamanan wajib netral saat Pemilu diselenggarakan. Menurutnya, jika netralitas diabaikan, maka akan banyak dampak yang ditimbulkan, salah satunya legitimasi hasil pemilu diragukan.
"Kalau publik meragukan legitimasi hasil pemilu, pemerintahan yang terbentuk tidak akan bisa bekerja secara efektif karena dia akan terus dirongrong dengan narasi pemilu curang dan manipulatif," pungkasnya. [Tp]