POTENSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN SEBELUM DAN SESUDAH UU CIPTA KERJA (Part 4) - Telusur

POTENSI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN SEBELUM DAN SESUDAH UU CIPTA KERJA (Part 4)


Telusur.co.idOleh: Dr. H. Joni,SH.MH***

----------------------------------------------------------------------------------------------------

SEKURANGNYA ada 79 item perubahan mendasar pada level Undang Undang, termasuk dalam kaitannya dengan pengelolaan Suber Daya Alam (SDA) yang diadakan perubahan oleh UU Ciptaker. Satu diantaranya adalah pengelolaan Sumber Daya Perikanan. Analisis berikut mencatat bagaimana pengelolaan Sumber Daya Perikanan yang menurut UU yang lama sebenarnya masih belum selesai, tetapi tenyata “ikut” diadakan perubahan oleh UU Ciptaker.

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Isu dan Permasalahan Industri Perikanan

Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh industri pengolahan perikanan berkaitan dengan kinerja diantaranya adalah: mutu ikan hasil tangkapan, jaminan mutu, pelayanan pelanggan, dan kemampuan teknologi.

Pertama, Mutu Ikan Hasil Tangkapan. Bahwa  karakteristik bahan baku sangat mempengaruhi proses pengolahan dan mutu produk akhir yang dihasilkan. Produk akhir dengan mutu baik dihasilkan dari bahan baku yang bermutu baik. Pengaruh mutu bahan baku bagi keunggulan nilai industri sangat besar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi mutu bahan baku terdiri dari penerapan Good Handling Practices (GHdP) pada aktivitas budidaya ataupun penangkapan hingga penanganan di industri, fasilitas penanganan perikanan yang dipasok untuk industri, serta penerapan sanitasi pada pekerja, peralatan penanganan perikanan dan lingkungan.

Kedua, Jaminan Mutu. Sekaitan dengan ini, penolakan produk hasil perikanan Indonesia di pasar global diantaranya disebabkan oleh kurang cermatnya penanganan mutu pada aktivitas produksi di bagian hulu hingga aktivitas produksi di bagian hilir. Bagi industri pengolahan berbasis ekspor, jaminan mutu terhadap bahan baku dan produk serta dimilikinya sertifikat mutu dan ketertelusuran informasi produk merupakan syarat utama untuk memperoleh kepercayaan konsumen terhadap mutu produk yang dihasilkan.

Ketiga, Pelayanan Pelanggan. Meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap produsen dan produk yang dihasilkannya dapat dilakukan dengan memenuhi kepuasan pelanggan terhadap produk sesuai dengan yang diinginkan. Dalam perdagangan bebas, kepercayaan pelanggan berperan memperkuat daya saing perusahaan. Bagi industri yang memasarkan hampir 90% produk yang dihasilkannya ke pasar ekspor, memenuhi kepuasan pelanggan sangat diperlukan untuk mempertahankan pangsa pasarnya dari pesaing perusahaan luar negeri maupun domestik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan adalah: kesesuaian produk dengan permintaan pelanggan, ketersediaan pasokan produk untuk konsumen, dan pengiriman produk tepat jumlah dan tepat waktu.

Keempat, Kemampuan Teknologi. Peran teknologi dalam mendukung kegiatan operasional perusahaan untuk mewujudkan kinerja mutu yang baik di industri pengolahan ikan sangat besar. Untuk meningkatkan kinerja industri maka salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi dan penggunaan regenerasi penggunaan teknologi sesuai tuntutan pasar. Kemampuan teknologi perusahaan dapat diketahui dari kemampuannya menggunakan teknologi untuk menciptakan nilai tambah melalui rantai kegiatannya. Dengan kemampuan teknologi yang dimiliki, perusahaan akan mampu meningkatkan kemampuan produksinya, mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis dan bertahan dalam jangka panjang.

 

Sasaran Strategis

Capaian pembangunan perikanan tangkap didasarkan pada pencapaian sasaran strategis dan indikator kinerja utama. Sasaran strategis perikanan tangkap adalah 1) terwujudnya kesejahteraan masyarakat nelayan; 2) terwujudnya pengelolaan perikanan tangkap yang partisipatif, bertanggungjawab, dan berkelanjutan, serta; 3) terwujudnya kedaulatan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

Pencapaian sasaran strategis tersebut melalui pencapaian indikator kinerja utama serta dukungan pelaksanaan kegiatan prioritas sebagai berikut:

Pertama, PDB Perikanan. PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar.

Nilai PDB perikanan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2015-2019 tercatat naik 5,47 persen per tahun . Pada tahun 2015, besaran Nilai PDB Perikanan (ADHK) mencapai Rp. 204,02 triliun dan pada tahun 2019 menjadi Rp 252,49 triliun . Sedangkan Nilai PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sejak tahun 2015 menunjukkan peningkatan struktur ekonomi sektor perikanan yang makin kuat dimana pertumbuhannya mencapai 9,8%. Hal ini dapat terlihat dari nilai ADHB Rp. 288,92 triliun pada tahun 2015 naik dengan signifikan dan tumbuh hingga mencapai Rp 419,98 triliun.

Kedua, Nilai Tukar Nelayan (NTN). Realisasi NTN tahun 2015-2019 selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 1,75% per tahun. Nilai tukar nelayan di tahun 2015 tercatat sebesar 106,14 meningkat cukup tinggi di tahun 2019 menjadi sebesar 113,74. Meningkatnya capaian NTN tersebut sangat dipengaruhi oleh indeks harga yang diterima nelayan (IT) dengan indeks harga yang dibayar nelayan (IB). IT tahun 2015-2019 mengalami kenaikan sebesar 4,36 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan nelayan terus meningkat yang antara lain disebabkan peningkatan rata-rata harga ikan karena terjaganya kualitas ikan hasil tangkapan. Sedangkan IB peningkatannya dibawah peningkatan IT yaitu sebesar 2,57 persen dimana peningkatan terbesar adalah indeks konsumsi rumah tangga sebesar 3,93 persen.

Peningkatan NTN dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa nelayan terus mengalami surplus atau meningkat kesejahteraannya, dimana kenaikan pendapatan hasil produksi lebih besar dari kenaikan harga kebutuhannya terhadap tahun dasar (2019).

Ketiga, Pendapatan Rumah Tangga Nelayan (RTP). Realisasi rata-rata pendapatan RTP tahun 2015-2019 mengalami peningkatan yang cukup pesat yakni meningkat sebesar 16,05 persen per tahun, dimana pada tahun 2015 rata-rata pendapatan RTP tercatat sebesar Rp6,46 juta/bulan menjadi Rp10,67 juta/bulan pada tahun 2019 . Peningkatan rata-rata pendapatan RTP ini ditunjang dengan peningkatan rata-rata pendapatan RTP Laut yang juga meningkat cukup tinggi dari Rp8,76 juta/bulan di tahun 2015 menjadi Rp13,66 juta/bulan dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 15,37%. Sedangkan untuk rata-rata pendapatan RTP Perairan Darat meningkat dari Rp2,13 juta/bulan di tahun 2015 menjadi Rp3,54 juta/bulan di tahun 2019 dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 13,44%.

Keempat, Pendapatan Nelayan. Seperti halnya rata-rata pendapatan RTP, rata-rata pendapatan nelayan juga mengalami peningkatan yang cukup besar pada periode tahun 2015-2019 dengan peningkatan sebesar 20,54% per tahun. Rata-rata pendapatan nelayan tercatat sebesar Rp1,95 juta/bulan di tahun 2015 meningkat menjadi Rp3,85 juta/bulan di tahun 2019. Peningkatan rata-rata pendapatan nelayan ini ditunjang dengan peningkatan rata-rata pendapatan nelayan laut dimana pada tahun 2015 tercatat sebesar Rp2,17 juta/bulan menjadi Rp4,10 juta/bulan dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 19,91%. Sedangkan untuk rata-rata pendapatan nelayan perairan darat tercatat sebesar Rp1,49 juta/bulan di tahun 2015 menjadi Rp2,47 juta/bulan di tahun 2019 dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 13,34%.

Gambaran konkret di atas memberikan pemahaman bahwa msih terjadi ketidakseimbangan yang besar atau kesenjangan yang lebar, diantara potensi yang ada pada satu sisi dengan kemampuan pengelolaan pada sisi lain. Ntuk ini jawaban mendasarnya adalah meningkatkan produktivitas secara lebih tinggi lagi, sehingga setidaknya ada keseimbangan antara pengelolaan dan potensi. Hal demkian menjadi satu keniscayaan dalam pengelolaan potensi sumber daya perikanan yang berkelanjutan.*** (BERSAMBUNG)


*** Notaris, Doktor Kehutanan Unmul Samarinda, Pengurus Pusat INI (Ikatan Notaris Indonesia) Universitas Diponegoro,  Dosen Sekolah Tinggi Ilmu  Hukum Habaring Hurung Sampit Kalimantan Tengah.


Tinggalkan Komentar