telusur.co.id - Keselamatan nelayan tradisional di pesisir Kabupaten Sidoarjo kini mendapat perhatian khusus. Tim dosen dan mahasiswa Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) melaksanakan program pengabdian kepada masyarakat (Pengmas) berupa pemasangan alat penangkal petir pada kapal nelayan serta pelatihan mitigasi cuaca buruk.

Kegiatan ini merupakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat jenis Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat yang didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

Kegiatan yang berlangsung di Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, ini menyasar Kelompok Usaha Bersama (KUB) Geronggong dengan jumlah anggota sekitar 40 nelayan. 

Selama ini, kapal nelayan tradisional di wilayah tersebut belum dilengkapi dengan sistem keselamatan modern, padahal risiko sambaran petir di tengah laut cukup tinggi dan berulang kali mengancam nyawa serta menurunkan hasil tangkapan.
 
Apresiasi Pemerintah Desa

Kepala Desa Segoro Tambak, Anik Mahmudah menyampaikan apresiasinya atas inisiatif PPNS.

“Pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya atas pelatihan pemasangan alat penangkal petir bagi nelayan di desa kami, sekaligus bantuan alat yang diberikan sehingga keamanan dan keselamatan di laut lebih terjamin lagi. Semoga ke depan kerja sama dengan Pemerintahan Desa Segoro Tambak bisa terus terjalin lebih baik,” jelasnya lewat keterangan tertulisnya. Selasa, (22/9/2025)

Testimoni Nelayan

Hal senada disampaikan Ketua KUB Geronggong, Jaswadi. Menurutnya, cuaca buruk dan petir selama ini menjadi hambatan utama bagi para nelayan ketika mencari nafkah.

“Hambatan utama kami saat melaut adalah petir. Saat hujan deras, kami tidak bisa bekerja karena takut tersambar. Dengan adanya alat ini, kami merasa lebih aman,” ungkapnya.

Salah satu anggota nelayan dari Desa Segoro Tambak, Nursalim juga menyampaikan rasa syukurnya.

“Terima kasih saya diberikan alat berupa penangkal petir untuk keselamatan saya selaku nelayan di Sidoarjo. Terima kasih atas bantuan hibah ini kepada saya maupun kelompok saya,” ujarnya.

Berdasarkan survei awal tim PPNS, kapal nelayan tradisional di Desa Segoro Tambak belum dilengkapi penangkal petir. Akibatnya, saat badai disertai petir, nelayan kerap terpaksa menghentikan aktivitas melaut. Kondisi ini berdampak langsung pada pendapatan mereka, karena hasil tangkapan bisa turun drastis hingga 70%. 

Dalam kondisi normal, nelayan dapat memperoleh 5-6 kilogram kepiting atau rajungan per malam. Namun saat hujan deras disertai petir, tangkapan bisa merosot menjadi hanya 1-2 kilogram, bahkan terkadang pulang dengan tangan kosong.

Peran Akademisi dan Mahasiswa

Program ini dipimpin oleh dosen PPNS, Prativi Khilyatul Auliya, dengan melibatkan sejumlah dosen lain serta mahasiswa dari berbagai jurusan. Kegiatan mencakup pemasangan penangkal petir di kapal, pelatihan penggunaan aplikasi prakiraan cuaca BMKG, hingga sosialisasi keselamatan kerja di laut.

“Kami ingin memberikan solusi konkret. Tidak hanya berupa teknologi sederhana seperti penangkal petir, tetapi juga pengetahuan agar nelayan siap menghadapi cuaca ekstrem. Harapan kami, dengan alat ini hasil tangkapan bisa meningkat hingga 25 persen,” urai Prativi.

Selain memberikan manfaat langsung bagi nelayan, program ini juga menjadi ajang pembelajaran lapangan bagi mahasiswa PPNS. Mereka dilibatkan dalam kegiatan teknis pemasangan alat, penyuluhan, hingga pembuatan materi edukasi. Hal ini sejalan dengan kebijakan kampus merdeka yang mendorong mahasiswa mendapat pengalaman belajar di luar kelas.
 
Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Program pengabdian ini tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga mendukung Sustainable Development Goals (SDGs). Melalui pemasangan penangkal petir, nelayan dapat menjaga keberlanjutan pekerjaan mereka sebagai mata pencaharian utama masyarakat pesisir. Sementara edukasi cuaca buruk membantu nelayan beradaptasi dengan dampak perubahan iklim yang kian nyata.

Menurut data BPS, jumlah nelayan di Kecamatan Sedati mencapai lebih dari 600 orang, dengan sekitar 200 orang di antaranya berasal dari Desa Segoro Tambak. Sektor perikanan tangkap menjadi tulang punggung ekonomi desa ini, sehingga peningkatan keselamatan kerja nelayan berdampak langsung pada kesejahteraan ratusan keluarga.
 
Harapan Keberlanjutan

Pemerintah Desa Segoro Tambak berharap program ini dapat terus berlanjut dan diperluas ke wilayah pesisir lainnya. Kolaborasi antara akademisi, mahasiswa, dan masyarakat dinilai mampu menghadirkan solusi nyata atas persoalan keselamatan nelayan.

Dengan adanya teknologi penangkal petir dan edukasi cuaca buruk, keselamatan nelayan Sidoarjo kini lebih terjamin. Bagi para nelayan, keberadaan alat ini bukan hanya soal keamanan, tetapi juga harapan baru untuk menjaga penghasilan tetap stabil dan keluarga sejahtera, meski di tengah tantangan cuaca yang semakin tak menentu. (ari)