telusur.co.id - Konflik antara Palestina-Israel baru bisa diakhiri melalui pendekatan geopolitik, sebab berdirinya Israel merupakan hadiah dari Inggris, karena Sekutu menjadi pemenang Perang Dunia (PD) I dan pada saat yang sama Inggris menguasai Semenanjung Palestina.
Sehingga kemerdekaan Palestina juga harus didorong melalui pendekatan geopolitik. Dan Situasi geopolitik sekarang menjadi momentum bagi Palestina, ketika Israel dikucilkan dunia, karena melakukan genosida di Gaza.
Hal itu disampaikan Pengamat GeoPolitik Internasional Tengku Zulkifli Usman dalam Gelora Talk bertajuk 'Ismail Haniya, Hamas dan Masa Depan Perjuangan Palestina', Rabu (7/8/2024) sore.
"Jadi soal Palestina ini, masalah klasik geopolitik, Inggris janji ke Yahudi. Dan waktu itu Sekutu menang Perang Dunia (PD) I, maka berdirilah Israel. Artinya, penyelesaiannya juga harus dengan pendekatan Geopolitik (GeoPolitical Approach)," kata Tengku Zulkifli Usman.
Sebab, Israel lahir dari rahim warisan kolonialisme barat yang settingannya sudah dilakukan sejak PD I. Sehingga apabila ingin menghilangkan Israel dari peta dunia juga harus dengan momentum geopolitik.
Namun, pendekatan geopolitik juga harus dipahami bahwa selama tatanan dunia masih seperti ini, dimana Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) masih didominasi Amerika Serikat (AS) dan aliansinya, maka Palestina akan sulit Merdeka.
"Sekarang ini mulai ada perubahan geopolitik yang selama ini stagnan, menyediakan momentum untuk Palestina karena ada kekuatan multipolar aliansi Rusia, Iran, China dan Korea Utara," kata TZU, sapaan Zulkifli Usman.
Sekarang perubahan dunia sedang menuju multipolar, sehingga memberikan secercah cahaya bagi peluang kemerdekaan Palestina.
Perubahan tatanan dunia dan melemahnya aliansi Aliansi AS, Israel dan Sekutunya ini adalah perubahan yang mengarah positif kepada kemerdekaan Palestina.
"Disanalah Indonesia perlu banyak berperan, untuk memperkuat sistem multipolar dan mendorong banyak negara lain, bangkit bersama-sama menentang ketidakadilan AS, Israel, dan seluruh Sekutunya atas penghinaan terhadap nilai nilai kemanusiaan di seluruh tanah Palestina terutama Gaza, yang telah berlangsung lebih dari 70 tahun," ujarnya.
Anggota Dewan Pakar Prabowo-Gibran ini berharap Presiden terpilih Prabowo Subianto mengambil momentum ini untuk mempercepat kemerdekaan Palestina melalui landscape perubahan geopolitik global.
"Pendekatan geopolitik adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Momentum ini harus diambil Indonesia ke depan dibawah pimpinan Pak Prabowo," tegasnya.
Pakar Hukum Internasional, Universitas Indonesia Arie Afriansyah menambahkan, mudah-mudahan ke depan akan lebih banyak lagi negara yang mengakui Palestina sebagai negara berdaulat, tidak hanya 143 negara saja, serta semakin sedikit negara yang abstain.
Dengan demikian, keberadaan negara Palestina yang didukung oleh perubahan geopolitik global akan semakin kuat dan nyata.
Sehingga Isarel pun pada akhirnya diharapkan dapat menyadari tidak akan bisa lagi menguasai keseluruhan Semenanjung Palestina sebagai wilayah Israel.
"Dan Israel harus mengembalikan tanah-tanah yang secara ilegal itu diambil oleh Israel, ya harus diserahkan kembali kepada Palestina," kata Afriansyah.
Meski hal itu sulit untuk dilakukan, tetapi dengan adanya perkembangan dunia yang mengalami perubahan saat ini, ia yakin hal itu akan terwujud.
"Harapan saya, dengan perkembangan dunia yang sedang berubah ini, saya rasa akan ada jalan ke sana, karena bukanya tidak mungkin (tanah-tanah yang diambil secara ilegal Israel dikembalikan ke Palestina)," katanya. [ham]