telusur.co.id - Putusan Hakim terhadap tersangka Ali Hano dalam kasus pemalsuan merk oli yang tercatat dalam laman putusan Mahkamah Agung Perkara Pidana No. 207/Pid.sus/2023/PN GSK, kini menjadi sorotan publik. Kasus ini telah menimbulkan keprihatinan luas, termasuk dari kalangan praktisi hukum.
Teuku Afriadi, seorang praktisi hukum, dalam wawancaranya menyampaikan kritik tajam terhadap putusan yang dianggap sangat jauh dari rasa keadilan.
“Ini kasus yang sangat luar biasa yang sempat menggemparkan media karena adanya pemalsuan merk yang dampaknya bukan hanya merugikan pemegang merk itu sendiri, tetapi juga masyarakat yang menggunakan oli sehari-hari untuk kendaraannya,” ujar Teuku Afriadi, Selasa (20/8/24).
Teuku menambahkan, putusan dengan tuntutan hanya 1 tahun 4 bulan bagi tersangka utama, Ali Hano, dianggap terlalu ringan mengingat besarnya dampak dari kejahatan ini.
“Itu kan minimal, jadi terkait putusnya perkara ini sangat jauh dari rasa keadilan, khususnya bagi pemegang merk yang produknya telah dibangun selama puluhan tahun. Tingkat kepercayaan masyarakat pun mulai memudar karena adanya oli palsu tersebut,” terangnya.
Teuku juga menyoroti jumlah barang bukti yang sangat banyak, menunjukkan skala besar dari kejahatan ini.
“Ini sangat-sangat merugikan dan menyebalkan sebenarnya, karena saya sendiri pengguna motor,” katanya.
Lebih jauh, Teuku mengkritik keras keputusan hakim yang hanya menghukum tersangka selama 4 bulan, lebih ringan dari tuntutan jaksa. “Kenapa tidak maksimal saja, karena ini bukan sekadar seratus atau dua ratus oli yang dipalsukan. Bahkan, ini bisa dikenakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang,” tegasnya.
Teuku juga mempertanyakan mengapa jaksa tidak mengajukan banding terhadap putusan ini dan mengapa pasal Pencucian Uang tidak diterapkan. "Ini seharusnya jadi atensi bagi Kejaksaan Agung. Hei Jaksa Agung, datang dulu ke Gresik, periksa itu jaksa-jaksanya, sehat tidak jaksa yang menuntut orang yang membuka industri untuk memproduksi oli palsu yang merugikan banyak pihak termasuk negara,'” seru Teuku Afriadi.
Kasus ini, menurutnya, tidak hanya soal mendapatkan rasa keadilan bagi korban, tetapi juga tentang kepastian hukum dan manfaat dari penegakan hukum itu sendiri.
“Bermanfaat tidak putusan itu dengan adanya pemalsuan merk beredarnya oli palsu, para pelaku hanya dihukum 4 bulan, apakah ini menimbulkan efek jera? Tentu tidak!" pungkasnya. [Tp]