telusur.co.id - Di tengah tantangan global yang menuntut efisiensi produksi, Koperasi Primkopti Sepande, Kec. Candi, Kab. Sidoarjo melakukan langkah signifikan dengan mengimplementasikan teknologi Mesin 3P (Pemecah, Pengupas, dan Pemisah Kulit Ari Kedelai) untuk meningkatkan kapasitas produksi tempe anggotanya.
Program ini merupakan bagian dari Program Diseminasi Teknologi dan Inovasi (PDTI) 2024 bersama Universitas Negeri Surabaya, yang bertujuan memperkenalkan teknologi inovatif dari perguruan tinggi kepada pelaku industri kecil dan menengah (UKM) guna meningkatkan daya saing produk mereka di pasar yang lebih luas.
Latar belakang program ini berawal dari permasalahan yang dihadapi oleh produsen tempe di Desa Sepande, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Desa ini dikenal sebagai salah satu sentra tempe terbesar di Sidoarjo, dengan lebih dari 100 UKM produsen tempe yang tergabung dalam Koperasi Primkopti.
Namun, meskipun produksi tempe menjadi bagian penting dari ekonomi lokal, metode produksi yang digunakan masih sangat konvensional. Proses pemecahan, pengupasan, dan pemisahan kulit ari kedelai dilakukan secara manual, yang tidak hanya memakan waktu lama, tetapi juga menghasilkan kualitas yang tidak konsisten.
"Dalam proses konvensional, pemecahan kedelai dilakukan secara manual dengan tangan atau kaki, yang memakan waktu hingga beberapa jam untuk memproses 50 kilogram kedelai. Ini sangat tidak efisien, dan sekitar 10-15% kedelai tidak terpecah sempurna," beber ketua tim pelaksana dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr. Andre Dwijanto Witjaksono.
“Selain itu, metode manual ini tidak memenuhi standar foodgrade, yang menimbulkan potensi kontaminasi pada produk akhir,” ujar Andre pada keterangan tertulisnya. Senin, (23/9/2024).
Untuk mengatasi tantangan tersebut, tim pengusul PDTI mengembangkan Mesin 3P, sebuah alat yang dapat secara otomatis melakukan pemecahan, pengupasan, dan pemisahan kulit ari kedelai dalam satu kali proses.
“Dengan teknologi ini, produsen tempe dapat menghemat waktu dan tenaga kerja, sekaligus memastikan bahwa kualitas tempe yang dihasilkan lebih higienis dan aman bagi konsumen," imbuh Andre.
Selain pengimplementasian Mesin 3P, program ini juga dilengkapi dengan pelatihan dan pendampingan BINA SNI kepada produsen tempe. Pelatihan ini mencakup teknik produksi yang lebih modern dan sesuai dengan standar kualitas yang lebih tinggi.
“Dengan mengikuti standar SNI, produk tempe yang dihasilkan tidak hanya akan lebih baik dari segi rasa dan keamanan, tetapi juga memiliki peluang yang lebih besar untuk dipasarkan di tingkat nasional dan internasional," jelas anggota tim pelaksana dari Universitas Narotama, Agus Sukoco.
Program PDTI juga memberikan solusi untuk permasalahan pemasaran yang dihadapi UKM. Selain peningkatan kualitas produk, tim PDTI mengajarkan strategi pemasaran digital, termasuk pembuatan konten promosi di platform online seperti YouTube, Instagram, dan marketplace populer.
“Kami berharap dengan pelatihan pemasaran ini, produsen tempe dapat memperluas akses pasar mereka dan meningkatkan pendapatan," tutur anggota tim pelaksana dari Unesa, Agung Prijo Budijono.
Keberhasilan program ini tidak hanya dilihat dari aspek teknis, tetapi juga dari peningkatan kesejahteraan ekonomi para anggota koperasi. Melalui penggunaan Mesin 3P dan penerapan strategi pemasaran yang tepat, diharapkan UKM produsen tempe di Sepande dapat meningkatkan kapasitas produksinya hingga dua kali lipat dan memperluas pasar mereka. Inovasi ini membawa harapan baru bagi Koperasi Primkopti dalam mempertahankan tradisi pembuatan tempe sekaligus beradaptasi dengan tuntutan zaman. (arii)