telusur.co.id - Proyek pengadaan pekerjaan konstruksi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Provinsi Banten kembali menjadi sorotan. Lantaran perusahaan pemenang lelang ruas jalan Ciparay-Cikumpay di Lebak, yakni PT. Lambok Ulina, dianggap tidak layak mengerjakan proyek tersebut.
Sekjen DPP Gerakan Terdepan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Indonesia (Garda Tipikor Indonesia), Maman Firman mengungkapkan, adanya dugaan kuat persekongkolan antara Satuan Kerja (Satker) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), panitia pengadaan, dan penyedia jasa, yakni PT Lambok Ulina.
Pasalnya menurut Maman, PT. Lambok Ulina pernah terbukti melakukan persekongkolan tender proyek saat mengikuti lelang Peningkatan Jalan Sentul - Kandang Roda, Kabupaten Bogor tahun 2021.Hal ini terbukti setelah ada Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait perkara nomor 15/KPPU-L/2023.
Maman menjelaskan bahwa, investigasi yang dilakukan Garda Tipikor Indonesia (GTI) terfokus pada putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait perkara nomor 15/KPPU-L/2023. Putusan yang dijatuhkan pada 7 Desember 2023 tersebut menyatakan bahwa PT Lambok Ulina terlibat dalam persekongkolan tender untuk proyek “Peningkatan Kandang Roda - Pakansari Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021”.
“PT Lambok Ulina bersama PT Tureloto Battu Indah diduga terlibat dalam praktik persekongkolan, yang terungkap dari kesamaan alamat IP Address dalam dokumen penawaran kedua perusahaan,” ujar Sekjen GTI. Kamis, (10/10/2024).
Pemerintah Provinsi Banten, melalui DPUPR, perlu melakukan evaluasi terhadap kontrak yang telah disepakati dengan PT Lambok Ulina. Meskipun kontrak sudah berjalan, status blacklist dari KPPU seharusnya menjadi dasar untuk mengevaluasi kelanjutan proyek ini.
Untuk mendapatkan kepastian terkait kasus ini, awak media meminta klarifikasi kepada Kepala Bagian ULP BJ Kabupaten Bogor, Asman Dila, S.T., M.Si, serta Ketua Pokja yang didampingi Juru bicara ULP Kab. Bogor, Agung Bismoko, di kantor Pemda Cibinong, Bogor. Senin, (07/10/2024).
Saat dikonfirmasi mengenai putusan KPPU tersebut, Agung Bismoko menegaskan bahwa, pihaknya sudah mengetahui PT. Lambok Ulina dikenakan sanksi dari KPPU. Namun Agung mengaku, tidak mengetahui jika PT. Lambok Ulina mengikuti lelang peroyek di Provinsi Banten.
Menurut Agung jika PT. Lambok Ulina tidak mematuhi putusan KPPU yakni sengaja mengikuti lelang proyek di Banten itu, tidak ada kaitan dengan ULP BJ Kabupaten Bogor.
“Karena yang dilanggar adalah putusan KPPU ya harusnaya pihak KPPU lah yang berhak memanggil PT. Lambok Ulina. Jika perlu, dikenakan denda tambahan atau dibawa ke Pengadilan Tata Niaga dan lain-lain,” lugasnya.
Agung juga menambahkan, meskipun terdapat sanksi larangan dari KPPU, Pokja II ULP BJ Kabupaten Bogor tidak bisa mengusulkan PT. Lambok Ulina ke dalam daftar hitam, sebab tidak ada perintah langsung dalam putusan tersebut.
“Setahu kami bahwa, PT. Lambok Ulina sudah menerima putusan KPPU, karena mereka tidak mengajukan keberatan ke Pengadilan Tata Niaga,” pungkas Agung.
Agung juga menambahkan, berdasarkan putusan KPPU, DPUPR Provinsi Banten seharusnya menghentikan kontrak kerja dengan PT Lambok Ulina yang telah di-blacklist.
“PT Lambok Ulina telah melanggar putusan KPPU dengan tetap mengikuti tender di Provinsi Banten, meskipun sudah dijatuhi sanksi,” ujar Agung.
Ia pun, menyebut, meskipun terdapat sanksi larangan dari KPPU, Pokja II tidak bisa mengusulkan PT. Lambok Ulina ke dalam daftar hitam, sebab tidak ada perintah langsung dalam putusan tersebut.
“Pokja II sepanjang pengetahuan kami, PT. Lambok Ulina tidak mengajukan keberatan terhadap keputusan KPPU tersebut,” tandas Agung.
Diketahui, berdasarkan informasi bahwa, sanksi yang dijatuhkan kepada PT Lambok Ulina mencakup larangan untuk mengikuti tender pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBN/APBD selama satu tahun di seluruh wilayah Indonesia, serta kewajiban membayar denda sebesar Rp 1,5 miliar yang disetorkan ke kas negara.
Terkait investigasi temuan dugaan korupsi, DPP Garda Tipikor Indonesia berencana melaporkan kasus ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan pihak LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) karena tidak memberikan sanksi atas Putusan KPPU yang sudah inkrah namun tidak memasukkan entitas perusahaan bersangkutan ke portal ‘INAPROC’ (Indonesia Procurement Portal).
Dalam kasus proyek tersebut, DPP Garda Tipikor menduga telah terjadi persekongkolan antara pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek ruas jalan Ciparay–Cikumpay di Lebak, Banten, yang dilakukan oleh PT Lambok Ulina.
Dugaan ini mengacu pada pelanggaran Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), di mana disebutkan bahwa setiap perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara merupakan tindak pidana.
Sekjen DPP Garda Tipikor Indonesia menyatakan bahwa, pihaknya meminta Tim Satgas KPK untuk segera melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap proyek tersebut. Tidak hanya itu, ia juga mendorong KPK untuk meninjau secara langsung progress pelaksanaan proyek di lokasi, termasuk memastikan penelitian penggunaan bahan material yang digunakan sesuai dengan spesifikasi.
Hal ini penting guna memastikan tidak ada penyimpangan atau penyalahgunaan anggaran negara yang dapat merugikan publik dan negara.
Hingga berita ini ditanyang, awak media belum mendapatkan keterangan resmi dari KPPU dan LKPP. Begitu juga dari Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga pada DPUPR Provinsi Banten, Heru Iswanto, S.T. meski telah dihubungi melalui pesan pendek WhatsApp. (ari)