telusur.co.id - Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Adat Indonesia atau APHA Indonesia, yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jaya, Prof Laksanto, dalam merefleksi 2025 terkait masyarakat adat dan peristiwa bencana alam Sumatra Aceh meminjam istilah sastrawan pujangga Sanusi Pane, drama sejarah masa masa kelam, kemunduran Majapahit, demikian juga masyarakat hukum adat di Indonesia yang alami kemundururan dan mendegradasikan keberadaan masyarakat Adat sebagai penjaga sekaligus merawat keseimbangan flora melalui kepemilikan ulayatnya telah dinafikan.
Sementara itu, keberadaan masyarakat hukum adat telah dibunuh oleh bapaknya sendiri, hukum yang seharusnya memberikan kebahagian bagi masyarakat ( Prof Sacipto Raharjo ) , penguasa dan pembuat undang-undang dengan berkedok memudahkan investasi, memformilkan aturan, yang berakibat kepemilikan tanah ulayat akan lenyap dan punah
Banjir dan longsor yang menimpa Sumatra Utara , Sumatra Barat dan Aceh adalah buah dari menafikan keberadaan masyarakat hukum adat dan tanah ulayatnya, yang telah di eksploitasi untuk tambang , kebun sawit dengan mendeforestasi hutan tutup di daerah bencana.
Organisasi pencinta lingkungan dan masyarakat adat telah di bonsai . Demikian juga materi kuliah Hukum Adat yang merupakan akar kehidupan, sumber hukum yang konon diakui masa Hindia Belanda dan penjajahan Jepang , setelah masa kemerdekaan , justru diingkari tidak diberikan tempat , ruang keberadaan masyarakat hukum adat. RUU MHA mengendap hampir 20 tahun di ruang parlemen, telah diingkari secara konstitusional.
Rekomendasi putusan MK bahwa Pemerintah dan Parlemen wajib mensahkan RUU MHA tidak segera di sahkan. Parlemen sebagai manifestasi mewakili masyarakat Indonesia , telah menolak keberadaan Masyarakat Hukum Adat dengan mengesampingkan RUU MHA. MHA tidak hanya didegradasikan tetapi telah ditolak ibu kandungnya .
Hukum Adat pada beberapa aturan hanya sebagai ornamen semata dan telah kehilangan makna. Masyarakat seolah olah masih ada dan mendapat tempat hanya simbol saat Upacara Kenegaraan 17 Agustus an , setelah iłu tergusur.
Refleksi 2025 musibah di Sumut, Sumbar dan Aceh adalah refleksi negara tekah memunggungi dan mengesampingkan masyarakat Adat dengan segala kesederhanaan dan kearifan lokalnya.Tahun 2026 Negara harus menatap dan memberikan tempat masyarakat hukum adat dengan bersegera mensahkan RUU MHA yang telah lama mengendap di parlemen, semoga. (fie)




