telusur.co.id -Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS, Mulyanto, minta Pemerintah kembali mengajukan draft RUU Perampasan Aset ke DPR sebagai respon permintaan masyarakat.
Menurut Mulyanto, secara hukum draft RUU Perampasan Aset yang pernah diajukan Pemerintah pada tahun 2023 tidak dapat diproses karena hingga periode DPR 2019-2024 RUU tersebut belum pernah dibahas dalam pembicaraan tingkat satu sehingga secara aturan tidak dapat dilimpahkan (carry-over) secara otomatis ke periode DPR 2024-2029.
“Pemerintah harus menyikapi aspirasi publik yang berkembang secara nyata untuk menghadirkan instrumen hukum pemberantasan korupsi, salah satunya dengan mengajukan kembali Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset ke DPR. Pemerintah harus membuat kebijakan konkret merespon aspirasi tersebut. Jangan sekedar basa-basi,” kata Mulyanto, Selasa (2/9/2025).
Informasi yang beredar, RUU Perampasan Aset sudah masuk agenda resmi program legislasi nasional (Prolegnas Prioritas 2025-2026). Oleh karena itu Pemerintah harus menindaklanjuti proses tersebut sesuai ketentuan. Jangan sampai pembahasan RUU ini di DPR justru menyalahi aturan.
“RUU Perampasan Aset ini merupakan inisiatif Pemerintah. Pemerintah adalah inisiator RUU ini. Kalau ini dilakukan, masyarakat dapat menilai komitmen politik nyata Pemerintah dan DPR dalam pemberantasan korupsi melalui percepatan pembahasan bersama di DPR. Tanpa adanya draft baru RUU ini maka tidak ada landasan formal untuk memulai pembahasan,” kata Mulyanto.
“Dukungan dari berbagai fraksi di DPR hanya akan berhenti pada pernyataan politik, jika tidak ditindaklanjuti secara konkret dengan adanya draft resmi RUU tersebut,” lanjutnya.
Mulyanto menilai, pembentuk UU memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk melanjutkan pembahasan RUU ini. Publik menantikan keberanian pemerintah mengambil inisiatif ini.
RUU Perampasan Aset adalah instrumen penting untuk menutup celah hukum, mempercepat pemulihan aset negara, serta memastikan hasil kejahatan tidak lagi dinikmati pelaku yang lolos, melarikan diri, atau bahkan sudah meninggal.
"Masyarakat berhak mendesak inisiator RUU ini untuk segera mengajukan draft baru. Tanpa itu, pemberantasan korupsi hanya akan menjadi retorika tanpa instrumen yang memadai," tukasnya. [Nug]