Oleh: M. Tegar Jihad Al Faruq*
Jerman (Jerman Barat dan Jerman Timur) dan Vietnam (Vietnam Utara dan Vietnam Selatan) adalah contoh sukses reunifikasi dua negara yang berbeda ideologi. Kini hanya tersisa satu negara yang belum melakukan reunifikasi yaitu Korea Utara dan Korea Selatan.
Di kalangan jurnalis ada seloroh atau jokes. Sepertinya Korut dan Korsel perlu dilestarikan sebagai artefak politik atau museum hidup sehingga ilmuwan bisa tetap mengkajinya dan menghasilkan teori baru dalam ilmu politik atau hubungan internasional.
Nah, apakah Teguh Santosa juga bagian dari 'penerima manfaat' adanya dua Korea ini sehingga menghasilkan doktor dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung? Entahlah.
Tapi yang jelas, disertasi yang kini telah mewujud menjadi buku bertajuk "Reunifikasi Korea: Game Theory" adalah bukti konkret bahwa banyak sekali warga dunia yang menginginkan dua Korea bersatu dan menghasilkan keamanan serta perdamaian di kawasan dan internasional.
Sebab ketika dua Korea tidak berkonflik sekali pun, warga dunia masih was-was. Apalagi ketika Korea Utara uji coba nuklir misalnya yang panas dingin dan demam bukan hanya Korea Selatan atau Jepang, kontra terdekatnya, tetapi juga membuat panik warga dunia.
Memahami Korea Utara
Sampai saat ini saya tidak pernah melihat buku spesifik tentang Korea Utara di toko buku karya jurnalis atau pakar Indonesia. Kalau buku yang ditulis, jurnalis, pakar atau analis asing tentu sangat banyak.
Saya kira bukan karena isu dua Korea tidak seksi. Justru menurut saya Korea adalah isu yang sangat seksi. Saya melihatnya karena keterbatasan referensi serta pengalaman saja yang membatasi akses.
Kelebihan Teguh Santosa adalah dia sebagai jurnalis. Tiket sebagai jurnalis memungkinkan Teguh Santosa 'bebas' masuk dan keluar Korea Utara seperti pergi ke kamar mandi. Bisa dilihat di bagian galeri foto-foto dan wawancara.
Jurnalis menjadi akses sehingga tulisannya tidak sekadar ilmiah tetapi kaya nuansa dan atmosfer. Karena Teguh tidak hanya mencomot data dan fakta dari literatur dan buku rujukan. Tetapi secara subjektif melihat dan merasakan suasana Korea Utara dari dekat.
Reunifikasi dan Dua Konstitusi
Banyak teori untuk membedah persoalan terkait reunifikasi dan juga kendala yang berkelindan di dalamnya. Sebab masalah Korea bukan terletak di Korea Utara dan Korea Selatan saja tetapi juga di negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat, China dan Rusia.
Menurut Teguh Santosa, reunifikasi bukan hal yang mustahil. Sebab dalam konstitusi dua negara itu memasukkan klausul reunifikasi.
Namun reunifikasi Semenanjung Korea menjadi semakin kompleks ketika faktor dinamika lingkungan internasional dimasukkan dalam pertimbangan. (hal. 237).
Upaya reunifikasi juga terkendala karena persyaratan yang diajukan Korea Selatan dan negara aliansinya seperti Amerika, harus disertai denuklirisasi.
Persyaratan ini sangat memberatkan Korea Utara. Justru senjata nuklir ini, menjadi daya tawar karena merasa dalam posisi terancam. Banyak bukti negara yang tidak memiliki pertahanan dan persenjataan yang kuat justru malah mudah ditaklukkan. Korea Utara memegang teguh adagium klasik, "Bila ingin menjaga perdamaian, bersiap-siaplah untuk perang."
Buku yang Komprehensif
Buku karya Teguh Santosa yang diterbitkan Booknesia ini, boleh saya katakan satu-satunya buku ilmiah populer yang ditulis ilmuwan Indonesia.
Buku ini bisa menjadi pembuka jalan untuk para diplomat, mahasiswa dan juga politisi sebagai bahan pengetahuan dan rujukan untuk keperluan ilmiah atau untuk terus mengkampanyekan reunifikasi di Semenanjung Korea.
Saya mengusulkan buku ini juga diterjemahkan minimal ke dalam bahasa Inggris sehingga bisa diakses lebih mudah dan lebih cepat oleh para diplomat dan dubes asing serta jurnalis internasional untuk bahan tulisannya.
Menarik apa yang Jaya Suprana tuliskan dalam untaian kalimat pengantar, "Buku ini jelas ditulis bukan hanya dengan otak sebagai disertasi doktoral, tetapi juga ditulis dengan hati yang tulus menambahkan perdamaian abadi di dunia."
*) Kerani Telusur.co.id