telusur.co.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai terkesan melunak dengan revisi UU KPK dibanding RKUHP. Jika dalam revisi UU KPK, Jokowi terkesan lemah, dalam UU KUHP, Jokowi cukup tegas.
Begitu dikatakan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Jakarta, Suparji Ahmad saat berbicara dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9/19).
Padahal, kata Suparji, dua rancangan undang-undang tersebut sama-sama mendapat penolakan keras dari masyarakat.
"Ada apa dengan Presiden ini, kalau alasananya menyaring aspirasi masyarakat kenapa (RUU) KPK kemarin tidak menunda juga?" kata Suparji.
Menurut Suparji, pemerintah tidak konsisten merespons aspirasi publik apabila penundaan itu hanya dilakukan terhadap RKUHP, karena revisi UU KPK juga banyak ditolak oleh masyarakat luas.
"Kalau konsisten untuk merespon aspirasi masyarakat ketika ada suatu RUU yang kemudian dipersoalkan oleh masyarakat ya ditunda juga. Tetapi ini dilaksanakan jalan, ini kemudian ditunda, ini saya kira ada sesuatu yang menarik," ungkap Suparji.
Di sisi lain, kata dia, RKUHP merupakan usulan Presiden dan sudah dibahas selama 15 tahun.
"Semuanya materi-materi kebanyakan usulan dari pemerintah dan hari Rabu yang lalu pemerintah sudah menyetujui pembicaraan tingkat satu," tuturnya.
Sementara, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menilai, dalam merancang RUU KUHP ini, DPR sangat akomodatif dengan mendengarkan masukan-masukan dari masyarakat.
Namun di beberapa hari belakangan perumusan RUU KUHP seperti dikebut dan tertutup.
"Pemerintah sangat akomodatif tapi di akhir-akhir pembahasan ini mereka kemudian membahasnya tertutup di hotel mewah ada undangannya, ini ada apa ini ujug-ujug kayanya ada semangat untuk mendapatkan sesuatu," jelasnya.
Menurut Asfina, harusnya ada metode yang lain dalam perumusan RUU KUHP tersebut. Misal dengan mencontoh negara lain, dimana rumusan hukum pidananya bisa dikualifikasikan dan tidak perlu diganti semua, namun bisa diganti sebagian.
"Jadi ada orang yang masukin zinah, jadi ada orang yang ingin masukin penghinaan presiden, oke dua-duanya gua terima, harusnya itu dibahas misal penghinaan presiden apakah valid presiden sebagai lembaga negara bisa dikatakan dihina orang atau itu sebetulnya kritik di dalam demokrasi biasa saja," tuturnya. [Fhr]