Revolusi Industri 4.0 Terbukti Sebabkan Disrupsi, Dunia Kini Membangun Society 5.0  - Telusur

Revolusi Industri 4.0 Terbukti Sebabkan Disrupsi, Dunia Kini Membangun Society 5.0 


telusur.co.id - Dunia sedang menghadapi perubahan yang sangat cepat dan radikal sebagai akibat kemajuan teknologi informasi (Revolusi Industri 4.0) yang menyebabkan disrupsi dalam semua aspek kehidupan. Negara-negara maju sudah mulai bergerak membangun ‘Masyarakat 5.0’ atau super smart society (Masyarakat Super Pintar) yang mampu memanfaatkan kemajuan teknologi untuk kebahagiaan manusia.

Guru Besar Universitas Diponegoro sekaligus Ketua DPW LDII Provinsi Jawa Tengah Prof Singgih Tri Sulistiyono menilai, revolusi industri 4.0 dapat menimbulkan disrupsi dan VUCA (Volatility,
Uncertainty, Complexity, Ambiguity)
. VUCA yaitu, dunia berubah cepat, bergejolak, tidak stabil, dan tak terduga, masa depan penuh dengan ketidakpastian, sulit diprediksi.

"Dunia modern lebih kompleks dari sebelumnya. Membingungkan, tidak jelas, dan sulit dipahami, multi intepretasi," ujar Prof Singgih dalam webinar #MakinCakapDigital Kemenkominfo berkolaborasi dengan Siberkreasi bertajuk "Membangun Ketahanan Budaya di Era Revolusi Industri  4.0 Menuju Society 5.0" pada Rabu (21/9/22).

Contoh fenomena VUCA, di bidang ekonomi terjadi kebangkrutan beberapa sector bisnis: wartel (diganti paket aplikasi: WA, Telegram, dan lain-lain.). Juga online trading, ekspansi ekonomi asing apalagi jika sektor riil/ produksi diabaikan, termasuk gojek.

Di bidang politik. Medsos dan teknologiArtificial Intelligence (AI) menjadi multi fungsi: kampanye, pencitraan, kritik. Medsos sebagai media alternatif namun makin mepertajam konflik sosial. 

Pada etika, moral, dan kejahatan; Berkembangnya era post-truth, di mana kebenaran lebih didasarkan atas persepsi dan emosi daripada berdasar atas fakta-fakta yang terverifikasi, media menjadi alat utama pembentuk kebenaran.

"Individualistik. Kejahatan lintas-batas: narkoba, cyber crime, pornografi. Ideologi trans-nasional: liberalisme, komunisme, fondamentalisme agama, isu globalisme, dan lain-lain," tutur Prof Singgih.

Untuk mengatasi VUCA, negara-negara maju sudah melauncing konsep rekayasa sosial agar kemajuan revolusi industri 4.0 tidak menimbulkan destruksi terhadap kehidupan manusia. Tetapi sebaliknya bisa menciptakan kesejahteraan umat manusia. 

Untuk menuju Masyarakat 5.0’/Super Smart Society, harus mempunyai konsep Ideal. Jepang, misalnya, Januari 2019 lalu meluncurkan konsep ‘Masyarakat 5.0’ (Ko-Shu Go Rei). 

Menurut Prof Singgih, konsep "Society 5.0" ini menciptakan kontrak sosial dan model ekonomi baru yang sepenuhnya memanfaatkan inovasi teknologi dari revolusi industri 4.0 

Visi Society 5.0 ialah menciptakan masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan sosial (disrupsi) dengan memanfaatkan teknologi untuk industri dan kehidupan sosial. 

"Masyarakat 5.0: masyarakat yang super pintar (super smart society) yang memiliki kecakapan digital sebagai warga negara digital (digital citizenship)," kata Prof Singgih.

Lukman Abdul Fatah menyatakan, pemanfaatan konektivitas digital harus diiringi dengan tetap berpegang teguh pada kedaulatan bangsa. 

"Keteraturan masyarakat khususnya dalam menjaga kedaulatan bangsa di ruang digital, harus dimulai dari peningkatan etika masyarakat Indonesia guna mengisi celah-celah kosong nilai sosial dari interaksi di ruang digital," kata Lukman.

Menurut dia, keteraturan yang umumnya muncul dalam pola interaksi sosial, kini turut terdisrupsi, mengaburkan beragam batasan dan norma-norma sosial. Untuk itu, etika sangat penting diterapkan.

"Setiap batas geografis & budaya memiliki etika sendiri. Setiap negara, daerah memiliki etika sendiri. Setiap generasi memiliki etika sendiri. Pertemuan secara global akan menciptakan standar baru tentang etika," kata Lukman.

Programmer & Konsultan IT Staf IT Lesbumi PBNU Eka Y Saputra, menjelaskan tentang manajemen pengetahuan bisnis sosmed. Yaitu, cari sumber + kumpulkan data, saring informasi, analisis + susun simpulkan.

"Selanjutnya presentasi hasil, publikasi dan distribusi ruang interaksi digital, segmentasi preferensi,
introduksi + negosiasi, kontrak +transaksi, kelola relasi +reputasi," kata Eka.

Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media.[Fhr]


Tinggalkan Komentar