telusur.co.id - Manager Riset dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menganggap, penyebab harga saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang tetap anjlok, tetap parkir di level Rp2.820 atau turun 0,35% di akhir perdagangan Rabu, 28 Mei 2025 per 16. 11 WIB, karena kemungkinan pasar melihat penyegaran jajaran direksi hanya bersifat kosmetik.
Hal ini menanggapi saham Telkom yang tidak naik usai RUPTS, pada Selasa (27/5/2025) lalu, dengan melakukan perubahan jajan direksi dan komisaris. Dimana, mantan Bos XL Dian Siswarini ditunjuk menjadi Direktur Utama (Dirut) Telkom menggantikan Ririek Adriansyah, sedangkan Wamenkomdigi Angga Raka Prabowo menjadi Komisaris Utama (Komut) mengganti Bambang Brodjonegoro yang mengundurkan diri.
"Bisa juga pasar melihatnya sebagai reshuffle kosmetik tanpa arah strategis baru yang jelas," kata Badi kepada wartawan, Kamis (29/5/2025).
Menurut Badi, pergantian Dirut dan Komut belum tentu dianggap sebagai katalis baru oleh investor. Terlebih, jika penggantinya masih berasal dari lingkaran birokrasi/BUMN dan bukan figur pasar atau profesional industri digital yang visioner.
"Maka, ekspektasi perbaikan kinerja ke depan juga tetap rendah, sehingga investor tidak teratrik untuk berinvestasi di Telkom," tuturnya.
Badi menilai, investor besar (terutama institusi), tentunya memperhatikan struktur manajemen secara keseluruhan. Jik sebagian besar jajaran direksi lama masih berjaya, maka bisa muncul asumsi bahwa status quo akan berlanjut, sehingga potensi perubahan besar pun diragukan.
Kendati Telkom masih mencetak profit, namun pertumbuhan di sektor digital (anak usaha seperti Telkomsel, Mitratel, dan IndiHome) belum eksplosif.
"Pasar juga menunggu update besar soal inovasi, konsolidasi digital, IPO anak usaha seperti Telkomsel atau Data Center, dan belum mendapat sinyal konkret dalam RUPST," tuturnya.
Lebih lanjut, Badi juga menyoroti RUPST Telkom yang menyetujui beberapa hal, termasuk pembagian dividen tunai dan pembelian saham kembali (buyback) sebesar Rp 3 triliun, dividen tunai sebesar Rp 21,04 triliun atau setara Rp 212,46 per saham dari laba bersih tahun buku 2024.
Badi menilai, buyback adalah sinyal bahwa manajemen merasa saham undervalued. Karena itu, jika tidak dibarengi fundamental dan rencana transformasi yang kuat, pasar bisa menganggapnya sekadar manuver jangka pendek.
"Nilainya (Buyback) Rp3 triliun relatif kecil dibanding kapitalisasi pasar TLKM yang mencapai Rp300 triliun, sehingga efek langsung terhadap harga saham cenderung terbatas," sebutnya.
Faktor teknis lain yg kemungkinan berkontribusi saham big cap (Big Capitalization/kapitalisasi pasar besar), dan memiliki basis investor institusi yang besar. Hal ini menyebabkan pergerakan harga cenderung tidak volatil kecuali ada katalis kuat.
Disisi lain, lanjut Badi, saat ini juga belum ada trigger eksternal di Telkom, seperti penguatan sentimen sektor telekomunikasi secara regional atau pengumuman kerja sama strategis global.
Kendati demikian, Badi menyarankan yang perlu dilakukan Telkom adalah percepat langkah strategis digitalisasi dan konsolidasi anak usaha.
"Tunjukkan arah baru yg lebih agresif dan kompetitif, misalnya IPO Data Center atau kolaborasi global. Dan perkuat komunikasi ke pasar, tidak cukup hanya dengan aksi korporasi formal. Narasi penting," tandasnya.
Sebagai informasi, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, telah menyelesaikan RUPST Tahun Buku 2024, bertempat di Jakarta, pada Selasa (27/5/2025).
Dalam rapat tersebut, disetujui pembagian dividen tunai sebesar Rp21,0 triliun kepada para pemegang saham, atau setara 89% dari total laba bersih tahun 2024 (dividend payout ratio).
Angka ini mencerminkan pertumbuhan dividen sebesar 19% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara, sisa laba bersih sebesar 11% atau Rp2,6 triliun akan digunakan sebagai laba ditahan untuk mendukung pengembangan bisnis perusahaan. Setiap pemegang saham Telkom akan menerima dividen sebesar Rp212,47 per lembar saham.
Pada RUPST tersebut, para pemegang saham menyetujui pembelian kembali (buyback) saham Perseroan dengan nilai sebesar Rp3 triliun. Aksi korporasi ini bertujuan untuk meningkatkan nilai pemegang saham, serta sebagai langkah strategis dalam menjaga stabilitas harga saham Perseroan di tengah dinamika pasar.
Dalam RUPST juga melakukan perombakan direksi dan komisaris. Berikut susunan lengkapnya:
Komisaris
Komisaris Utama: Angga Raka Prabowo
Komisaris Independen: Yohanes Surya
Komisaris Independen: Rizal Mallarangeng
Komisaris Independen: Deswandhy Agusman
Komisaris: Ismail
Komisaris: Ossy Dermawan
Komisaris: Rionald Silaban
Komisaris : Silmy Karim
Direksi
Direktur Utama: Dian Siswarini
Wakil Direktur utama: Muhammad Awaluddin
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko: Arthur Angelo Syailendra
Direktur Enterprise & Business Service: Verenita Yosephine
Direktur Network: Nanang Hendarno
Direktur Strategic Business Development & Portfolio: Seno Soemadji
Direktur Human Capital Management: Henry Christiadi
Direktur IT Digital: Faizal Rochmad Djoemadi
Direktur Wholesale & International Service: Honesti Basyir. [Nug]