Sejarah, 97 Pelaku Usaha Menjadi Terlapor dalam Sidang Dugaan Kartel Pinjol di KPPU - Telusur

Sejarah, 97 Pelaku Usaha Menjadi Terlapor dalam Sidang Dugaan Kartel Pinjol di KPPU

Sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas perkara dugaan pelanggaran persaingan usaha yang melibatkan 97 pelaku usaha sekaligus. Foto: dok. KPPU.

telusur.co.id -Jakarta, 14 Agustus 2025 — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencetak sejarah baru dengan menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan atas perkara dugaan pelanggaran persaingan usaha yang melibatkan 97 pelaku usaha sekaligus. Sidang yang dilaksanakan di Kantor Pusat KPPU Jakarta ini tercatat sebagai sidang dengan jumlah terlapor terbanyak sejak lembaga tersebut berdiri.

Sidang perdana ini membahas Perkara Nomor 05/KPPU-I/2025 terkait dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam layanan pinjam-meminjam uang atau pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (Fintech Peer-to-Peer Lending).

Uniknya, untuk pertama kalinya, seluruh sembilan anggota KPPU duduk sebagai Majelis Komisi. Keterlibatan penuh ini mencerminkan kompleksitas dan signifikansi perkara, mengingat jumlah terlapor yang sangat besar serta dampak luas terhadap industri teknologi finansial di Indonesia.

Agenda sidang hari ini adalah pembacaan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) oleh Investigator KPPU, yang menyasar perusahaan-perusahaan pendanaan anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada periode penyelidikan antara 4 Oktober 2023 hingga 11 Maret 2025.

Selanjutnya, KPPU menjadwalkan sidang lanjutan pada 26 Agustus 2025, yang akan mencakup pembacaan LDP untuk empat terlapor yang belum hadir dan pemeriksaan awal atas alat bukti yang telah dihimpun investigator.

Pelanggaran dan Ketentuan Hukum

Para terlapor diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 yang melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang atau jasa yang dibebankan kepada konsumen. Dalam konteks fintech lending, dugaan kartel ini mengindikasikan adanya pengaturan harga atau bunga pinjaman secara bersama-sama, yang dapat merugikan konsumen dan mengganggu iklim persaingan yang sehat.

Sebanyak 97 entitas fintech masuk dalam daftar terlapor, termasuk nama-nama besar dalam ekosistem P2P lending Indonesia seperti Amartha, Akseleran, Easycash, KoinWorks, Kredit Pintar, DanaRupiah, Modalku, Maucash, dan UangMe. Mereka merupakan bagian dari ekosistem fintech yang selama ini memainkan peran penting dalam memberikan akses keuangan inklusif.

Keterlibatan perusahaan-perusahaan ini dalam dugaan kartel akan diuji lebih lanjut oleh Majelis Komisi melalui proses sidang yang mendalam. Jika terbukti bersalah, para terlapor berpotensi dikenakan sanksi administratif berupa denda yang bisa mencapai miliaran rupiah, serta pencabutan izin usaha sebagai konsekuensi hukum.

Sebagai informasi, sektor fintech lending di Indonesia berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, di tengah lonjakan popularitasnya, sektor ini juga menghadapi tantangan serius, termasuk persoalan transparansi bunga, perlindungan konsumen, dan etika penagihan.

KPPU menegaskan bahwa upaya penegakan hukum ini tidak bertujuan menghambat inovasi, melainkan untuk menjaga keseimbangan pasar agar tetap kompetitif dan sehat, serta memastikan konsumen mendapatkan layanan keuangan yang adil dan transparan.

Perkara ini akan menjadi tolok ukur penting bagi pengawasan praktik persaingan usaha di industri berbasis teknologi, serta menandai babak baru dalam penegakan hukum persaingan di era digital Indonesia.


Tinggalkan Komentar