Senator Filep: Pemerintah Perlu Segera Audit SKK Migas dan BP Tangguh di Bintuni Papua Barat - Telusur

Senator Filep: Pemerintah Perlu Segera Audit SKK Migas dan BP Tangguh di Bintuni Papua Barat


telusur.co.id - Persoalan pengelolaan BP Tangguh mendapat perhatian dari Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma, SH., M.Hum. Menurutnya, pemerintah perlu segera melakukan audit terhadap eksistensi dan sumbangsih yang diberikan BP Tangguh bagi kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Teluk Bintuni.

Terlebih, saat ini kontrak BP Tangguh yang sedianya masih akan berakhir pada tahun 2035 telah disahkan oleh pemerintah untuk diperpanjang lagi. Sementara itu, per April 2022, Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni telah menyerahkan sisa uang ketuk pintu tahap I sebesar Rp16,2 miliar kepada masyarakat Sebyar.

Dana itu bersumber dari APBD induk yang dianggarkan tahun 2022 untuk melunasi sisa dana Rp32,4 miliar uang ketuk pintu dari sumur gas yang sedang dikelola oleh BP Migas LNG Tangguh Bintuni.

“Kehadiran BP Tangguh di Bintuni sudah seharusnya berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Bintuni sebagai daerah penghasil. Kita lihat data BPS 2023, persentase kemiskinan di Kabupaten Bintuni di tahun 2022 naik 0,34%. Logika sederhananya, kenaikan ini harusnya tidak terjadi karena BP Tangguh ini berdiri di Bintuni. Sumbangsih perusahaan misalnya dari CSR-nya saja bisa mengurangi angka kemiskinan di Bintuni,” kata Filep di ruang kerjanya (18/3/2023).

Oleh sebab itu, Filep melanjutkan audit secara menyeluruh perlu dilakukan untuk mendeteksi sumbangsih BP Tangguh terhadap pembangunan di daerah dan pembangunan masyarakat khususnya Teluk Bintuni.

“Supaya publik ketahui, audit itu merupakan bagian dari pengawasan terhadap perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Audit bukan soal keuangan saja, melainkan juga hal-hal lain yang terkait dengan operasional perusahaan,” ungkap Filep, Sabtu (18/3/2023).

Senator Papua Barat itu lantas menerangkan bahwa tanggung jawab kegiatan pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berada pada departemen yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dan departemen lain yang terkait. Hal itu tercantum dalam Pasal 41 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan UU Cipta Kerja dan Perppu perubahannya.

“Ini berarti kementerian dan dinas terkait harus bertanggungjawab. Tanggungjawab terhadap hal yang disebutkan dalam Pasal 41, antara lain bidang pengawasan yang mencakup pengelolaan lingkungan hidup, penggunaan tenaga kerja asing, pengembangan tenaga kerja Indonesia, pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat. Di sinilah Pemerintah Pusat melalui SKK Migas dan Pemerintah Daerah seharusnya berkontribusi,” katanya.

Selain itu, Filep menyebutkan, pengawasan dari SKK Migas ini juga ditekankan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Menurutnya, SKK Migas bahkan dapat menggandeng perguruan tinggi yang ada di Papua Barat untuk melakukan audit.

“Sekarang kita tanyakan, apakah selama ini sudah ada audit yang dilakukan Pemerintah Pusat dan Daerah secara menyeluruh terkait pengelolaan lingkungan hidup, penggunaan tenaga kerja asing, pengembangan tenaga kerja Indonesia khususnya tenaga Orang Asli Papua (OAP), pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat?”

“Jika perusahaan asing harus mematuhi UU Perusahaan di Indonesia untuk persyaratan audit dan penyusunan laporan keuangan, maka sudah selayaknya juga harus patuh terhadap audit lingkungan hidup, audit ketenagakerjaan hingga audit pengembangan masyarakat daerah. Saya perlu sampaikan ini secara terbuka, apalagi sudah ada proyek Kawasan Industri Teluk Bintuni yang terletak di Desa Onar Baru Distrik Sumuri, dengan luas lahan sekitar 2112 Ha, dan berbasis Industri Pupuk dan Petrokimia, dengan nilai investasi Nilai Investasi sekitar Rp 31,4 triliun”, jelas Filep lagi.

Lebih lanjut, Filep menyinggung perihal permohonan perpanjangan kontrak yang disetujui oleh pemerintah. Menurutnya, apabila mengacu pada Peraturan Menteri ESDM nomor 23 tahun 2021 tentang pengelolaan Wilayah Kerja migas, cukup sulit bagi BP untuk mendapatkan perpanjangan kontrak.

“Karena dalam aturan itu ditetapkan bahwa permohonan perpanjangan Kontrak Kerja Sama (KKS/PSC) disampaikan paling cepat 10 tahun dan paling lambat 2 tahun sebelum KKS berakhir. Kontraknya BP kan berakhir tahun 2035, tapi tahun 2022 sudah diperpanjang, artinya belum mencapai 10 tahun paling cepatnya. Mungkin pemerintah punya alasan tersendiri. Poin yang saya tekankan ialah dengan adanya perpanjangan seperti itu, seharusnya ada audit secara menyeluruh terkait hal-hal yang saya sampaikan tadi, supaya kita bisa lihat secara jelas makna kehadiran BP Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni, terutama untuk masyarakat Papua disana”, kata Filep menambahkan.

Senator Papua Barat yang mendapat Piagam Apresiasi dari Taipei Economic & Trade Office (TETO) ini menegaskan berulang kali bahwa kehadiran BP Tangguh sudah seharusnya juga memberikan dampak signifikan bagi pembangunan di Bintuni.

“Mari kita periksa di BPS, berapa jumlah rumah sakit di Bintuni? Berapa faskesnya? Tidak ada penambahan signifikan dari 2017-2019. Ini kan harus dievaluasi. Seandainya BP Tangguh ikut berkontribusi di bidang kesehatan, saya yakin Bintuni jadi luar biasa. Saya mencintai OAP di Bintuni, mereka semua bagian dari perjuangan saya sebagai Senator. Lalu, coba cek juga pelabuhan Distrik Sumuri. Kalau saja BP Tangguh ikut ambil bagian, saya yakin pasti beres. Itulah sebabnya saya ingin supaya mereka mendapatkan perhatian khusus dari BP Tangguh,” kata Filep menyampaikan harapannya.

Sebagaimana diketahui, Tangguh LNG merupakan pengembangan dari enam lapangan gas terpadu yang terletak di wilayah Kontrak Kerja Sama (KKS) Wiriagar, Berau dan Muturi di Teluk Bintuni, Papua Barat. Hingga kini, Tangguh LNG terus memastikan pemenuhan terhadap kewajiban kontraknya, dengan kapasitas operasi sebesar 7,6 juta ton per tahun.

Produksi pertama LNG terjadi di bulan Juni 2009, dan tanker pengiriman pertama dilakukan ke Korea Selatan sebulan kemudian. Ada sekitar 1,000 tenaga kerja yang mengoperasikan Tangguh Train 1 dan 2, dimana 61% diantaranya adalah berasal dari Papua. Sejak produksi dimulai di 2009, lebih dari 1,100 kargo telah dikirim. Selama 2019, plan telah dioperasikan dengan selamat tanpa ada isu hubungan industry/pekerja.

Tingkat kecelakaan tercatat (RIF) pada tahun 2019 adalah sebesar 0,15 atau sedikit meningkat dibandingkan 2018 (0,12). Tangguh mendapatkan penghargaan peringkat HIJAU pada audit PROPER tahun 2019. Ini merupakan kedua kalinya secara berturut-turut operasi Tangguh menerima penghargaan tersebut dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Peringkat tersebut mengindikasikan bahwa Tangguh lebih dari sekedar patuh terhadap pemenuhan peraturan yang berlaku.[tp]


Tinggalkan Komentar