Setara Institute Kritik Pemerintah Mau Hidupkan Kembali Dwifungsi ABRI - Telusur

Setara Institute Kritik Pemerintah Mau Hidupkan Kembali Dwifungsi ABRI


telusur.co.id -Setara Institute mengkritik rencana pengesahan rancangan peraturan pemerintah (RPP) soal manajemen aparatur sipil negara (ASN), yang menempatkan personel TNI-Polri bisa menduduki jabatan sipil. Sebaliknya, sipil dapat menduduki jabatan di institusi TNI-Polri

"Terlihat bahwa pemerintah tidak punya komitmen politik untuk menguatkan reformasi TNI, juga Polri, sesuai dengan amanat Reformasi 1998," kata Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam persnya, Minggu (17/3/24). 

Haili mengingatkan, konsekuensi yang ditimbulkan atas penempatan TNI-Polri pada jabatan sipil tersebut adalah menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI dengan dalih kompetensi, yang justru dilakukan oleh pejabat sipil yaitu Joko Widodo.

Karena, TNI-Polri tidak lagi hanya mengerjakan tugas utamanya sebagai alat pertahanan dan keamanan negara, tetapi kerja-kerja administratif dan sosial-politik lainnya. 

"Hal itu nyata-nyata mengkhianati amanat Reformasi 1998 yang menghapus Dwi Fungsi ABRI (kini TNI/Polri) dan mengamanatkan profesionalisme TNI di bidang pertahanan/keamanan," ujarnya. 

Oleh karena itu, menurut dia, penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen ASN harus dipersoalkan. Salah satu muatan dalam Rancangan peraturan tersebut adalah mengenai jabatan-jabatan ASN yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan Polri.

Lebih lanjut, Ia menilai, reformasi TNI-Polri tidak menjadi ruh dalam RPP ini dan sangat potensial mengulang praktik Dwifungsi ABRI. Terlebih, mengikuti kecenderungan yang selama ini terjadi pada periode Presiden Joko Widodo yang tidak memiliki paradigma supremasi sipil dalam demokrasi dan abai terhadap reformasi TNI/Polri. 

"Peraturan ini jelas akan mengakselerasi perluasan posisi TNI/Polri pada jabatan sipil, terutama jabatan-jabatan tertentu yang selama ini menjadi ranah ASN," ungkapnya. 

Selain itu, RPP ini juga memiliki kompleksitas persoalan yang perlu diatasi melalui pengaturan yang terperinci dengan kriteria yang tepat.

Sebab, melalui prinsip resiprokal, RPP ini dapat berdampak kepada jenjang karir kepada ASN maupun TNI/Polri.

SETARA Institute menyatakan, penyusunan RPP ASN semestinya mengokohkan komitmen Reformasi TNI/Polri. Sehingga tetap meletakkan dua alat negara ini sebagai instrumen negara yang kuat dan profesional pada bidang pertahanan dan bidang keamanan negara, dan tidak didorong untuk mengokupasi jabatan-jabatan pemerintahan yang secara substantif dan selama ini menjadi tugas dan fungsi ASN.

Haili menegaskan, peraturan ini sebenarnya dapat menguatkan pembatasan jabatan sipil bagi TNI/Polri sesuai UU TNI dan UU Polri. Berbagai Jabatan ASN yang dapat diduduki prajurit TNI dalam PP ASN semestinya tetap mengacu kepada ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI yang telah merinci jabatan-jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa melalui mekanisme pensiun dini.

Hal ini sebagaimana juga disebutkan dalam Pasal 19 ayat (3) UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN. Begitupun merujuk pada UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri Pasal 28 ayat (3), sebagaimana penjelasannya bahwa jabatan-jabatan tersebut perlu dipastikan memiliki sangkut paut dengan kepolisian dan ada penugasan resmi dari Kapolri.

Sementara terhadap jabatan-jabatan ASN di luar ketentuan UU TNI dan UU Polri itu, PP ASN ini perlu menegaskan bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan, sebagaimana Pasal 47 ayat (1) UU TNI, serta merujuk kepada Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang menegaskan bahwa Anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

SETARA Institute mengingatkan, UU ASN mengatur bahwa jabatan ASN terdiri dari Jabatan Manajerial dan Non-Manajerial. Pengaturan PP ini semestinya memberikan gambaran yang jelas perihal kriteria dan/atau jabatan-jabatan apa saja yang dapat diduduki prajurit TNI/Polri untuk jabatan ASN. 

"Kriteria dan syarat yang ketat perlu dilakukan agar RPP ini tidak menjadi pintu masuk yang seluas-luasnya bagi penempatan TNI/Polri pada jabatan sipil yang dapat memicu massifnya kembali praktik Dwifungsi ABRI dan merusak tatanan demokratis negara ini," ucapnya. 

 

Alasannya, dalam UU ASN memiliki konsep resiprokal. Dimana, ASN juga dapat mengisi jabatan-jabatan tertentu di lingkungan TNI/Polri, maka perlu diperhatikan agar pengaturan dalam rancangan PP ini tidak menambah persoalan mengenai karir-karir ASN dan prajurit TNI/Polri ke depannya. 

"Penempatan sesuai kebutuhan Kementerian/Lembaga harus menjadi prinsip yang diutamakan, sehingga penempatan dapat tepat sasaran. RPO Manajemen ASN harus dipastikan menjadi instrumen untuk mewujudkan birokrasi berdampak, seperti jargon Kemenpan/RB, bukan untuk menjadi sarana perluasan penempatan TNI/Polri pada jabatan-jabatan ASN, " tukasnya. [Fhr] 


Tinggalkan Komentar