SKB Kapolri, Jaksa Agung, dan Menkominfo Bantu Implementasi UU ITE - Telusur

SKB Kapolri, Jaksa Agung, dan Menkominfo Bantu Implementasi UU ITE

Diskusi yang diselenggarakan Jakarta Journalist Center dengan tema "UU ITE Payung Hukum Berbangsa dan Bernegara"

telusur.co.id - Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masih menyisakan tanda tanya besar dalam pelaksanaannya. Banyak orang yang terjerat melalui Undang-undang ini, karena ketidaktahuannya.

Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani mengatakan, awalnya UU ITE diterbitkan pada tahun 2006 untuk memastikan perlindungan hukum untuk tiap transaksi elektronik. Karena saat itu aturan soal transaksi melalui kartu kredit dan ATM hanya berdasarkan surat edaran Bank Indonesia.

Namun pada perkembangannya, UU ITE makin agresif dan justru menjadi momok menakutkan bagi masyarakat.

"Pada tahun 2018 UU makin agresif dengan memangsa banyak korban, baik aktivis dan jurnalis. Lalu ada lagi penyintas korban kekerasan seksual yang dijerat dengan UU ini karena merekam chat mesum kemudian diviralkan," ujar Ismail dalam diskusi Jakarta Journalist Center (JCC), dengan tema "UU ITE Payung Hukum Berbangsa dan Bernegara", Kamis (30/6/22).

Dalam diskusi ini turut hadir Direktur Eksekutif IPW,  Sugeng Teguh Santoso dan Sekjen Dewan Masjid Indonesia, Imam Addaruqutni.

Saat ini, kata Ismail, UU ITE telah diperkuat dengan surat keputusan bersama antara Kapolri, Menkominfo dan Jaksa Agung tentang penggunaan UU ITE yang tepat. SKB tersebut memiliki dampak positif dalam penerapan UU ITE.

"Dalam SKB telah ada yang diperbaiki, seperti pencemaran nama baik, yang harus dilaporkan sendiri. Lalu ada langkah restorative justice sehingga tidak lagi membuang-buang energi penegak hukum," jelasnya.

Lalu, sambungnya, pasal penghinaan terhadap pejabat juga telah diperbaiki. Dalam SKB, kritik untuk publik tidak boleh dipidana dan justru harus didukung.

"Jika yang diserang produk kebijakannya bukan personality-nya maka itu tak perlu djerat dengan UU ITE," ucapnya.

Yang paling anyar, sambung Ismail, yakni kasus Nikita Mirzani dengan Polres Serang. Menurutnya, kasus ini harusnya menjadi urusan internal antara Dito Mahendra dan Nikita Mirzani, namun tetap dilaporkan ke Polresta Serang Kota karena diduga melanggar aturan di UU ITE.

"Belum isu penistaan, yang bukan hanya ada di UU KUHP tetapi juga ada di UU ITE. Persoalannya juga ada di revisi UU KUHP," jelasnya.

Menurut Ismail, daftar pasal yang harus diperbaiki dalam UU ITE cukup banyak. Sehingga para penegak hukum tidak buang energi untuk mengurusi hal yang kurang penting.

"Kalau bicara penegakan hukum UU ITE yang berlaku, kita harus cenderung memilah mana kasus yang bisa masuk dan tidak perlu," ucapnya.

UU ITE, lanjut Ismail, menjadi tidak produktif bagi kehidupan bangsa dan negara. Pasalnya, setiap UU harus memenuhi proses objektivikasi, bukan berdasarkan perasaan.

"Ini PR panjang UU ITE yang mendesak untuk direvisi, karena akan ada banyak korban, lalu juga ada yang memanfaatkan UU ITE ini," tandasnya. (Fhr)


Tinggalkan Komentar