telusur.co.id - Wakil Ketua Komisi I DPR, Anton Sukartono Suratto, merespons positif kesepakatan pengambilalihan pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) untuk wilayah Kepulauan Riau dan Natuna antara Indonesia dan Singapura.
"Saya belum bisa menyimpulkan karena pemerintah belum menyampaikan isi perjanjian tersebut. Namun, kalau melihat keterangan pemerintah melalui siaran pers, menunjukkan sisi positif,” kata Anton kepada wartawan, Kamis (27/1/22)
Anton menekankan, penyesuaian batas FIR Indonesia dan Singapura mutlak dilakukan karena berdasarkan hukum internasional terkait Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982).
“Keterangan pemerintah yang disampaikan bahwa persetujuan penyesuaian batas FIR Jakarta dan Singapura telah turut menegaskan kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia,” tuturnya.
Anton menegaskan, sebagai negara pihak UNCLOS 1982, Singapura juga mengakui penerapan prinsip negara kepulauan. Hal ini sesuai dengan penentuan batas wilayah negara dan yurisdiksi Indonesia di perairan serta ruang udara di kepulauan Riau dan Bintan.
“Artinya Pemerintah menjamin keamanan kedaulatan Indonesia di ruang udara yang berbatasan dengan Singapura,” ungkapnya.
Dia menerangkan, penyesuaian batas FIR Jakarta sendiri menegaskan, perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk dalam Singapura menjadi bagian Indonesia.
"Dengan kata lain nantinya pesawat maskapai berbendera Indonesia saat melintas di wilayah kita sendiri yaitu kepulauan Riau dan Kepulauan Natuna tidak perlu lagi melapor ke Singapura,” tegas Anton.
Anton mengungkapkan, penyesuaian perjanjian FIR ini sepintas juga akan memberikan output keuntungan bagi kedua negara.
Pasalnya, Indonesia akan memberikan delegasi pelayanan jasa penerbangan (PJP) pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura. Area tersebut berbatasan langsung dengan Singapura.
Hal ini memungkinkan bagi Bandara Changi tumbuh secara komersial dan menjamin keselamatan penerbangan dan Indonesia mendapatkan setoran kutipan biaya PJP dari pesawat yang terbang dari dan menuju Singapura kepada Indonesia.
“Sebagai bagian dari delegasi PJP terbatas ini, Otoritas Penerbangan Udara Singapura juga berkewajiban mencegah dan menginformasikan kemungkinan pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing kepada otoritas pertahanan udara Indonesia,” tutur Anton.
Meski demikian, Anton meminta, masyarakat tidak banyak memberikan spekulasi terlebih dahulu soal perjanjian FIR tersebut. Pasalnya, pemerintah tetap harus mengusulkan pembentukan Undang-Undang ke DPR tentang perjanjian tersebut.
“Jadi sebaiknya masyarakat jangan berspekulasi terlalu jauh dulu,” beber Anton.
Anton menekankan, Komisi I DPR RI sendiri sedang melakukan berbagai rapat dengan Menhan, Panglima, Kasau, Kasal dan Kasad.
Salah satunya, kata Anton, membahas perjanjian pertahanan yakni joint statement MinDef DCA) antara Singapura dan Indonesia.
“Nantinya point utama DPR RI adalah mutlak menjaga keamanan kedaulatan NKRI termasuk menyinggung dampak negatif perjanjian FIR terhadap kedaulatan NKRI,” pungkas Politikus Partai Demokrat ini.[Fhr]