telusur.co.id - Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin mengkritisi kebijakan pemerintah memberikan tax holiday atau insentif pajak kepada pelaku usaha pertambangan mineral nikel selama ini.
Kebijakan insentif fiskal yang merugikan penerimaan pajak negara ini dinilai Sultan tidak tepat. Karena dilakukan bersamaan dengan upaya pemerintah menghapus subsidi pupuk terhadap komoditas perkebunan rakyat.
"Kita bisa melihat, kekayaan nikel kita diekstraksi sedemikian rupa dan pengusahanya diberikan insentif pajak. Sementara petani sawit dan karet harus mengurangi kebutuhan pangannya hanya untuk memenuhi kebutuhan pupuk non subsidi bagi tanaman kelapa sawit dan karet dalam skala usaha yang kecil," kata Sultan dalam keterangan resminya, Selasa (23/5/23).
Menurutnya, kelapa sawit dan karet alam merupakan komoditas unggulan yang sejak lama telah berkontribusi terhadap penerimaan devisa negara. Kedua komoditas ini tidak kalah pentingnya dengan biji nikel yang digandrungi pemerintah akibat perkembangan industri kendaraan listrik.
"Harus kita akui bahwa pertambangan nikel dengan pendekatan hilirisasi penting dilakukan. Namun jangan sampai pemerintah melupakan peran para petani kecil di daerah yang sangat dibebani oleh biaya produksi perkebunan yang tinggi, sementara harga komoditas terus mengalami volatilitas," terangnya.
Sehingga, lanjutnya, ia mendorong pemerintah untuk kembali memberikan subsidi pupuk kepada komoditas unggulan perkebunan seperti kelapa sawit dan karet rakyat. Tekanan akibat rendahnya Nilai Tukar Petani akan semakin meningkat akibat penolakan komoditas sawit beberapa komoditi perkebunan lainnya oleh Uni Eropa.
"Artinya, kita akan kehilangan pasar komoditas perkebunan secara siginifikan. Maka, untuk menjaga daya beli dan konsumsi, petani harus dilindungi dengan subsidi pupuk yang tepat guna dan tepat sasaran oleh pemerintah," tutupnya. [Tp]