telusur.co.id - Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) seharusnya memiliki pendanaan yang seimbang antara APBN, Perjanjian Kerja Badan Usaha (KPBU), dan investasi swasta. Karena, secara umum, pendanaan IKN itu bersumber dari tiga pihak, dari APBN, pemanfaatan dan atau pemindahtanganan Barang Milik Negara (BMN), serta investasi swasta.

"Inilah yang saya khawatirkan sejak lama, kurang minatnya pihak swasta pada pembangunan IKN pada akhirnya meletakkan APBN sebagai sumber pendanaan utama," kata Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah, dikutip Senin (25/12/23).

Said menerangkan, pada 2024 nanti, penggunaan APBN untuk pembangunan IKN direncanakan bakal menembus Rp75,4 triliun atau 16,1 persen dari total anggaran. 

"IKN baru tiga tahun sejak diundangkan, (tapi) rencana penggunaan anggaran dari APBN sudah mencapai 16,1 persen, padahal ini proyek jangka panjang," ujarnya. 

Menurut Said, Pemerintah sebaiknya memiliki rencana aksi jangka panjang, dengan tahap setahap dan pendanaan yang berimbang antara APBN, KPBU, dan swasta.

Adapun rencana total Anggaran IKN sebesar Rp466 triliun dengan tiga indikasi pendanaan. Yaitu, berasal dari APBN (Rp90,4 triliun), Badan Usaha/Swasta (Rp123,2 triliun), dan KPBU (Rp252,5 triliun). Sementara proporsi penggunaan APBN hanya mencapai sekitar 20 persen dan sisanya merupakan kontribusi dunia usaha.

"Dari hasil pengecekan data atas sumber pendanaan IKN yang saya lakukan, sejauh ini masih berasal dari APBN. Realisasi APBN untuk IKN dimulai pada tahun 2022 sebesar Rp5,5 triliun, tahun 2023 ini dianggarkan Rp29,3 triliun dan APBN tahun 2024 rencana alokasi sebesar Rp40,6 triliun. Jadi sampai tahun 2024 nanti penggunaan APBN direncanakan Rp75,4 triliun," jelas Said.[Fhr]