Telusur.co.id -Penulis: Moch Giffari Al Hafidz, Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia.
Melalui terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201/2024 tentang Rancangan APBN Tahun Anggaran 2025, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar Rp203,09 Triliun pada 2025. Namun, target tersebut menurun dari target penerimaan Cukai Hasil Tembakau tahun 2024 yang mencapai Rp230,406 Triliun sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76/2023 tentang Rancangan APBN Tahun Anggaran 2024. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Cukai Hasil Tembakau (CHT) merupakan kontributor utama penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai yang signifikan. Mengutip dari Laporan APBN Kita Edisi November 2024, capaian penerimaan Kepabeanan dan Cukai bersumber dari penerimaan Cukai Rp174,37 triliun, Bea Masuk (BM) Rp43,16 triliun, dan Bea Keluar (BK) Rp14,20 triliun. Realisasi penerimaan tersebut paling banyak berasal dari penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang berkontribusi mencapai 72,47 persen terhadap total penerimaannya. Artinya, penerimaan Cukai Hasil Tembakau masih jauh lebih tinggi daripada seluruh penerimaan dari Kepabeanan.
Sumber: Kementerian Keuangan (Diolah Penulis)
Dalam 10 tahun terakhir, penerimaan dari Cukai Hasil Tembakau secara konstan terus mengalami peningkatan. Namun pada tahun 2023, Kementerian Keuangan mencatat penurunan penerimaan dari CHT, yakni senilai Rp213,48 triliun hingga akhir 2023 atau 91,78 persen dari target APBN 2023. Kinerja tersebut disebabkan oleh pemesanan pita cukai dan tarif realisasi yang rendah. Untuk tahun 2024, realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau hingga bulan Oktober 2024 juga masih mencapai 72,47 persen dari target APBN 2024, dan diprediksi tidak dapat mencapai target. Kondisi tersebut kemudian menyebabkan target penerimaan Cukai Hasil Tembakau diturunkan dalam RAPBN 2025.
Penurunan target penerimaan Cukai Hasil Tembakau ibarat pedang bermata dua. Penerimaan cukai yang menurun menunjukkan bahwa konsumsi produk hasil tembakau seperti rokok bisa dikendalikan melalui pengenaan cukai tersebut. Namun mengingat penerimaan Cukai Hasil Tembakau merupakan kontributor utama penerimaan negara dari Kepabeanan dan Cukai, penurunan target juga berpengaruh terhadap alokasi penerimaan atau Dana Bagi Hasil (DBH) Cukai Hasil Tembakau.
Jika ditinjau dari sisi kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH), kebijakan Cukai Hasil Tembakau memiliki empat pilar sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/2024 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, yakni:
- Kesehatan.
Pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Cukai. Rokok memiliki dampak negatif yang signifikan bagi kesehatan, tidak hanya bagi orang yang mengonsumsinya tetapi juga berdampak pada orang di sekitar perokok. Oleh karena itulah konsumsinya yang menghasilkan eksternalitas negatif perlu dikendalikan melalui pengenaan cukai. Selanjutnya, penerimaan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) akan dialokasikan ke sektor kesehatan untuk menanggulangi dampak negatif tersebut. Berdasarkan PMK Nomor 72/2024, Dana Bagi Hasil CHT dialokasikan sebesar 40% (empat puluh persen) untuk bidang kesehatan, khususnya untuk program jaminan kesehatan nasional.
- Keberlangsungan Tenaga Kerja
Kebijakan cukai termasuk Cukai Hasil Tembakau juga mempertimbangkan dampak terhadap tenaga kerja seperti petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan. Dana Bagi Hasil CHT dialokasikan sebesar 30% (tiga puluh persen) bidang kesejahteraan masyarakat, yakni untuk program pembinaan lingkungan sosial pada kegiatan pemberian bantuan.
- Penerimaan Negara
Cukai Hasil Tembakau (CHT) merupakan kontributor utama penerimaan APBN dari Kepabeanan dan Cukai. Oleh karena itu kebijakan CHT juga mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Dana Bagi Hasil CHT dialokasikan sebesar 20% (dua puluh persen) untuk program-program pembangunan di industri hasil tembakau yang meliputi program peningkatan kualitas bahan baku, program pembinaan industri, serta program pembinaan lingkungan sosial untuk kegiatan peningkatan keterampilan kerja.
- Pengawasan Rokok Ilegal
Adanya kebijakan Cukai atas rokok juga berpotensi menimbulkan praktik penghindaran pengenaan cukai, yakni munculnya rokok ilegal. Untuk memitigasi dampak kebijakan yang berpotensi mendorong rokok ilegal, Dana Bagi Hasil dari Cukai Hasil Tembakau juga dialokasikan untuk bidang penegakan hukum seperti pengawasan dan pemberantasan rokok ilegal, yakni sebesar 10% (sepuluh persen) dari total DBH.
Penurunan target penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025 mencerminkan dinamika pengendalian konsumsi produk hasil tembakau yang berdampak buruk dari segi kesehatan, tetapi juga menjadi tantangan karena kontribusinya yang signifikan terhadap penerimaan negara. Namun pada dasarnya, tujuan utama dari pengenaan cukai adalah bentuk pelaksanaan fungsi regulerend atau kontrol pemerintah terhadap konsumsi produk hasil tembakau. Oleh karena itu Cukai Hasil Tembakau memiliki tujuan khusus, tidak hanya untuk meningkatkan penerimaan negara seperti jenis pajak lainnya. Tujuan ini perlu dicapai secara perlahan, dan penurunan penerimaan Cukai Hasil Tembakau sudah sejalan dengan tujuan tersebut.