telusur.co.id - Banyaknya kritikan yang disampaikan berbagai kalangan soal zero deforestation.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar kembali menegaskan, bahwa zero deforestation tidak sama dengan carbon neutral. Indonesia sangat kuat dengan komitmen dalam penanganan isu perubahan iklim. Keseriusan Indonesia untuk urusan penanganan isu perubahan iklim ini, tergambar pada inisiasi “Indonesia FoLU Net-Sink 2030”. Komitmen ini merupakan pencanangan pencapaian penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. Suatu kondisi dimana tingkat serapan sudah berimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi sektor terkait pada tahun 2030.
Presiden Jokowi juga telah menyampaikan target Indonesia untuk mencapai Net-Zero Emission pada tahun 2060 atau sedapat-dapatnya lebih awal.
Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan bahwa zero deforestation tidak sama dengan carbon neutral untuk sektor kehutanan.
"Untuk tahun 2030 dengan segala kebijakan sektor kehutanan yang ada, sejak pemerintahan Presiden Jokowi tahun 2014 akhir hingga sekarang sedang terus berlangsung dan dengan penyempurnaan secara terus menerus, kita memperbaiki tata kelola kehutanan. Hasil-hasilnya selama 6 tahun terakhir juga dirasakan dan akan terus kita tingkatkan," ujar Menteri Siti sebagaimana mempertegas hal-hal yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada World Leaders Summit (WLS) on Forest and Land Use di Glasgow pada Selasa, 2 November 2021.
Sekali lagi Menteri Siti menegaskan harus jelas bahwa zero deforestation atau sama sekali tidak boleh ada penebangan dan bahkan satu pohon jatuh di halaman rumah itu bisa disebut deforestasi.
"Apakah seperti itu? Tentu saja tidak!" tegasnya.
Dalam hal individual activities, swasta misalnya, hal tersebut bisa saja dianut, sebab mekanistik, teknis dan satu persatu langkah kerja bisnis misalnya dengan RKU atau rencana kerja usahanya yang bisa dirinci satu persatu dalam rencana kerja teknik tahunan RKT. Jelas itu mekanistik, linearistik.
Tapi kalau negara apalagi negara besar seperti Indonesia, dengan puluhan ribu desa di dalam dan di sekitar hutan, apakah bisa dipakai cara-cara zero deforestation tersebut? Tentu saja tidak bisa secara linier itu dikenakan kepada kepentingan secara nasional dan negara Indonesia. Kita sedang sangat giat membangun saat ini dan bangsa Indonesia merasakan pembangunan secara besar-besaran itu.
"Kita menganut carbon net sink. Kita mengurangi seminimal mungkin deforestasi dan terus melakukan reforestasi, melakukan perbaikan, pemulihan lingkungan," bebernya.
Sehingga sambung Siti, secara tata pemerintahan, Indonesia tidak bisa sekarang menganut zero deforestation karena Indonesia sedang giat membangun, dalam arti zero deforestatik sebagaimana dimaksud oleh Menteri Goldsmith dari UK. Indonesia bertanggung jawab membangun, namun tentu saja dengan kaidah-kaidah pelaksanaan dalam nilai-nilai sustainability. Ini tidak sama dengan bahwa tidak boleh membangun sama sekali karena tidak boleh menyentuh hutan. Tidak bisa secara linier diartikan demikian.
UK dan RI saat ini memimpin FACT secara bersama untuk dapat dicapai produksi pertanian dan komoditi yang sustainable.
Tentu Indonesia mendukung langkah tersebut karena tentang sustainabilitas juga dimandatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33. Oleh karenanya, dalam interaksi dan dukungan kerja bersama negara sahabat, Menteri Siti meminta setiap langkah kerja sama harus secara detail dilakukan dan harus ada dengan Working Group yang jelas, dan kredibel.
"Sekali lagi, FoLU Net Carbon Sink tidak sama dengan Zero Deforestation sepeti yang dimaksudkan oleh UK. Karena setiap negara memiliki masalah-masalah kunci sendiri dan dinaungi Undang-Undang Dasar untuk melindungi rakyatnya," kembali Menteri Siti menegaskan.
"Arahan Bapak Presiden kepada saya sangat jelas bahwa kita menjanjikan yang bisa kita kerjakan, tidak boleh hanya retorika, karena kita bertanggung jawab pada masyarakat kita sendiri sebagaimana dijamin dalam UUD 1945," lanjut Menteri Siti.
Sementara itu, Wamenlu Mahendra Siregar menegaskan, pernyataan Menteri Iklim dan Lingkungan Internasional Inggris, Lord Zac Goldsmith tentang zero deforestation dan COP26 Forest Agreement menyesatkan (misleading). Karena COP26 sedang berjalan sehingga tentu saja belum ada Agreement apapun yang dihasilkan pada Selasa 2 November lalu.
“Sedangkan pertemuan yang dilakukan 2 November di London adalah Leaders Meeting on Forrest and Land Use yang menghasilkan deklarasi. Dan dalam deklarasi yang dihasilkan itu sama sekali tidak ada terminologi ‘end deforestation by 2030’,” tegas Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra, ketika dimintai tanggapannya, Kamis (4/11/2021).
Karena itu dalam menyikapi pernayataan Golsmith ini, lanjut Mahendra kita fokus dalam pengelolaan hutan, seperti penegasan Presiden Jokowi dalam pidato di forum COP-26. Apalagi apa yang diungkapkan Presiden Jokowi tentang upaya dan pengelolaan hutan kita diapresiasi banyak negara.
“Jadi ada fakta yang kontras. Kita berhasil mengelola hutan, sementara dibelahn lain seperti AS, Australia, dan Australia dilanda Karhutla,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pernyataan Golsmith melalui twitter pribadinya memantik polemik. Dalam twitternya tertanggal 2 November 2021 itu, dan kemudian juga banyak dikutip media, Golsmith menyinggung COP-26 Forest Agreement yang tidak ada sama sekali hubungannya dengan COP-26. Ini soal deklarasi yang banyak ditentukan oleh tuan rumah.
Jadi, dia menyusun COP-26 Forest Agreement itu jelas rekayasa, maka itu menyesatkan, karena bukan yang disetujui dan isinya tidak mencerminkan sama sekali apa yang disebut dalam deklarasi. Sehingga pernyataan Golsmith yang dijadikan pegangan dan dikutip banyak media.
Dari kronologi peristiwa, pada 2 November 2021 itu forum leaders meeting “Forests Agriculture Commodity Trade (FACT), dan sebenarnya pertemuan di luar pertemuan resmi COP-26 . Jadi untuk memanfaatkan kehadiran para pemimpin dunia di Glasgow, dibuat forum itu. Forum tersebut menyepakati suatu deklarasi menyebutkan upaya menghentikan forest lost, mendorong pemulihan hutan 2030 yang untuk Indonesia tentunya pemafahamannya sustainable forest management, jadi soal kebakaran hutan, illegal logging perambahan yang melanggar hukum semua berhenti, berlaku yang sesuai hukum dan berkelanjutan tidak ada kata-kata zero deforestation sepanjang deklarasi tersebut.
“Jadi konteknya salah, isinya pun direkayasa, karena bukan itu deklarasinya alias diplintir,” tambah Mahendra.
Dilansir dari tweet @ZacGoldsmith, Goldsmith sudah taken down his tweets. Dia ganti new tweets tdk ada lagi “to end deforestation by 2030”, diganti sesuai narasi pledges: “to halt and reverse forest loss and land degradation by 2030”.(Fie)