Temuan Potensi Denda Rp7,7 Triliun, KPK Diminta Periksa PT Freeport - Telusur

Temuan Potensi Denda Rp7,7 Triliun, KPK Diminta Periksa PT Freeport


telusur.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menghitung potensi denda sebesar Rp 7,7 triliun akibat keterlambatan pembangunan smelter ari PT Freeport Indonesia (PTFI).

Menurut anggota Komisi VII DPR Mulyanto, KPK harus proaktif menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan minerba periode 2020-2022 tersebut, karena menyangkut kerugian negara dengan jumlah besar. 

Ia curiga, di balik kelalaian mengawasi dan memungut denda PTDI, diduga ada pihak tertentu yang coba mencari keuntungan. Karena, menurutnya sangat tidak mungkin Pemerintah lalai menagih denda yang nilainya besar. Untuk urusan pajak yang tersembunyi saja Pemerintah dapat melacak. 

"Ini kan sejumlah uang yang tidak sedikit. Karena itu Pemerintah pasti sudah menyiapkan petugas untuk memantau dan menjalankan keputusan," kata Mulyanto, dalam keterangannya, Selasa (19/12/23).

Menurut Mulyanto, BPK perlu mendalami dengan melakukan pemeriksaan investigatif untuk mengetahui apakah kerugian negara tersebut wajar dan murni kelalain Pemerintah atau ada "main mata" antara pihak pengawas dengan PTFI yang terindikasi korupsi.

BPK tidak boleh berhenti pada titik ini, sekedar menyatakan bahwa adanya kerugian negara karena keterlambatan pembangunan smelter PTFI.

Namun, menurut Mulyanto BPK harus lebih dalam lagi yakni melihat kepada penyebab terjadinya kerugian negara tersebut. Jika ada indikasi korupsi, BPK agar tidak ragu-ragu bersama KPK untuk membongkar tuntas kasus ini sampai ke akar-akarnya.

Sebab, selama ini Pemerintah terlalu memanjakan PTFI dengan memberikan izin ekspor konsentrat tembaga dengan nilai tambah rendah. 

Padahal izin tersebut jelas-jelas menabrak UU Minerba. Bahkan izin tersebut diberikan bukan hanya sekali tetapi berkali-kali.

"Ini kan sepertinya pemerintah disuruh melanggar UU Minerba berkali-kali oleh PTFI.  Sungguh menyedihkan. Naasnya denda keterlambatan pembangunan smelternya tidak ditagih," ujar Mulyanto.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung besaran denda administratif keterlambatan pembangunan smelter dari PT Freeport Indonesia (PTFI) mencapai US$501,94 juta.

Hitung-hitungan itu berasal dari data realisasi penjualan ekspor Freeport selama periode keterlambatan sebelum masa perpanjangan izin ekspor berlaku tengah tahun ini.  

“Hal ini mengakibatkan negara berpotensi tidak segera memperoleh penerimaan denda administatif dari PTFI sebesar US$501,94 juta,” tulis BPK lewat ringkasan laporan pemeriksaan semester I/2023, dikutip Selasa (5/12/23).

Denda itu berdasar pada perhitungan realisasi kemajuan fisik fasilitas pemurnian Freeport yang tidak sesuai dengan ketentuan. 

BPK menemukan laporan hasil verifikasi kemajuan fisik 6 bulanan sebelum adanya perubahan rencana pembangunan tidak menggunakan kurva S awal sebagai dasar verifikasi kemajuan fisik. 

Hasil perhitungan persentase kemajuan fisik dibandingkan dengan rencana kumulatif menggunakan kurva S awal menunjukkan kemajuan yang dicapai Freeport tidak mencapai 90%. 

"Sehingga memenuhi kriteria untuk dikenakan denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurian dan mineral logam,” kata dia. [Fhr]


Tinggalkan Komentar