telusur.co.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. Aturan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta, Chaidir, menyampaikan bahwa Pergub ini bukan merupakan hal baru. Pergub ini justru merinci aturan-aturan terkait pengajuan perkawinan dan perceraian.
“Ini bukan hal yang baru, karena Pergub ini merupakan turunan dari peraturan perundangan yang telah berlaku. Pergub ini juga memperingatkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mematuhi aturan perkawinan dan perceraian,” ucap Chaidir di Jakarta, Senin (20/1/2025).
“Sehingga tidak ada lagi ASN yang bercerai tanpa izin atau surat keterangan dari pimpinan, serta tidak ada lagi ASN yang beristri lebih dari satu yang tidak sesuai dengan perundang-undangan,” sambungnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa dengan jumlah ASN yang banyak di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, perlu ada pengaturan yang rigid dan pendelegasian kewenangan dalam penerbitan surat izin atau keterangan perkawinan dan perceraian bagi ASN.
Adapun dalam Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS disebutkan bahwa PNS yang melanggar PP Nomor 10 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990, dapat dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat.
“Pergub ini mengatur batasan-batasan bagi ASN pria yang akan menikah lagi, serta kondisi apa yang dapat diberikan persetujuan dan kondisi apa yang dilarang. Dengan demikian, dapat mencegah terjadinya nikah siri tanpa persetujuan, baik dari istri yang sah maupun pejabat yang berwenang,” kata Chaidir.
“Begitu pula dengan perceraian, agar tidak terjadi kerugian keuangan daerah dalam pemberian tunjangan keluarga. Dengan demikian, Pergub ini menjadi peringatan bagi ASN yang melakukan pelanggaran tersebut bahwa mereka dapat dijatuhi hukuman disiplin berat,” lanjutnya.
Chaidir mengungkapkan bahwa Pergub ini juga mengatur batas waktu pelaporan perkawinan, perceraian, dan beristri lebih dari satu, serta pendelegasian kewenangan kepada pejabat yang berwenang untuk memberikan atau menolak izin/keterangan terkait perceraian dan beristri lebih dari satu.
“Dalam waktu dekat kami akan melakukan sosialisasi tentang Pergub ini kepada seluruh jajaran di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” imbuhnya.
Persyaratan perkawinan dan perceraian yang tertuang dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 lebih rinci dibandingkan PP Nomor 10 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990.
Dalam PP tersebut, izin beristri lebih dari seorang dapat diberikan apabila memenuhi persyaratan, yaitu:
- Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya.
- Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
- Istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan.
Sedangkan dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 4 Ayat (1), persyaratan izin beristri lebih dari seorang disebutkan lebih rinci sebagai berikut:
a. Alasan yang mendasari perkawinan:
- Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya.
- Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
- Istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan.
b. Mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis.
c. Mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan anak.
d. Sanggup berlaku adil terhadap para istri dan anak.
e. Tidak mengganggu tugas kedinasan.
- Memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.
Kemudian, untuk perceraian, dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 11, telah diatur secara rinci alasan yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan izin bercerai, yaitu:
a. Salah satu pihak berbuat zina.
b. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan.
c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin atau alasan yang sah.
d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau lebih secara terus-menerus setelah perkawinan berlangsung.
e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
f. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran tanpa harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Dengan demikian, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Izin Perkawinan dan Perceraian sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.