telusur.co.id - Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85/2021 tentang jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan dinilai merugikan para nelayan.
Pada Senin (3/11/2021) sejumlah asosiasi nelayan sempat mengeluh dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang tarif PNBP Sektor Perikanan pada pimpinan DPR RI.
Mereka menilai kenaikan tarif pada PP tersebut merugikan nelayan dan pelaku usaha perikanan, hal ini karena perbedaan tarif dan kenaikan pungutan yang tidak wajar.
Menyikapi hal itu, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan menilai diterbitkannya PP 85 tahun 2021 saat ini sangat tidak tepat.
Seharusnya, menurut Abdi Pemerintah sebelum menerbitkan aturan mendengarkan berbagai aspirasi dari para nelayan, sehingga PP tersebut tak mendapat penolakan.
"Momentum kenaikan PNBP tersebut tidak tepat karena dilakukan saat pandemi dimana semua sektor usaha mengalami tekanan," ucap dia kepada telusur.co.id, Kamis, (4/11/21).
"Kedua, proses konsultasi publik PP 85 sangat terbatas karena pandemi sehingga aspirasi nelayan dan pelaku usaha belum terakomodir sepenuhnya," sambung dia.
Tak sampai disitu ia juga menyoroti beberapa aturan dari PP tersebut seperti patokan pajak dari harga ikan yang terlihat melampaui ditingkat pasar.
Menurut dia, harga patokan ikan sudah seharusnya ditinjau ulang. Karena, sudah cukup lama tidak mengalami perubahan.
Namun demikian, kata Abdi, perhitungan kenaikan itu juga harus secara transparan berdasarkan data akurat.
Ia berharap pemerintah segera mendengarkan masukan dari berbagai kalangan agar aturan yang diterbitkan nantinya bisa sejalan dengan harapan para nelayan.
"Perlu direview terutama pada ketentuan yang tidak sesuai data dan kondisi lapangan dan mendapat penolakan dari pelaku usaha," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Himpunan Nelayan
Pengusaha Perikanan (HNPP) Samudra Bestari, Remon, menyoroti aturan mengenai patokan harga ikan.
Menurutnya, patokan harga ikan di daerah berbeda-beda dan yang ditetapkan Kementerian KP jauh melampaui harga pada tingkat pasar.
Dengan kata lain, Kementerian KP menentukan harga patokan ikan (HPI) hanya berdasarkan perkiraan saja dan tidak melihat realitas di masyarakat.[iis]