telusur.co.id -Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES), Juhaidy Rizaldy Roringkon menanggapi sejumlah Wakil Menteri Kabinet Merah Putih yang diangkat menjadi Komisaris Badan Usaha Milik Negara, seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (Mandiri) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI).
Ketiga Wamen tersebut, yaitu Wakil Menteri ESDM Yuliot sebagai Komisaris Bank Mandiri, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sebagai Komisaris Utama BRI, dan Wakil Menteri UMKM Helvi Yuni Moraza sebagai Komisaris BRI.
Pengangkatan ketiga Wamen ini berdasarkan RUPS Tahunan BRI digelar Senin (24/3/2025). serta RUPS Tahunan Bank Mandiri pada Selasa (25/3/2025).
Menurut Juhaidy, pengangkatan ini sangat tidak konstitusional, sebabnya jika dilhat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XVII/2019, dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah sebenarnya telah melarang Wakil Menteri rangkap jabatan pada perusahaan negara atau swasta. Alasannya, posisi Wakil Menteri, karena sama dengan Menteri yang diangkat oleh Presiden, maka harus juga tunduk pada Pasal 23 huruf b UU 39/2008. Di mana aturan itu melarang melakukan
rangkap jabatan.
"Pertimbangan MK ini kami anggap rasional dan dapat diterima, yakni, agar Wakil Menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat Wakil Menteri di kementerian tertentu," kata Rizaldy
Tak hanya itu, Wakil Menteri merangkap Komisaris dan Dewan Pengawas seharusnya juga melanggar Pasal 27B UU BUMN dan Pasal 17 huruf (a) UU Pelayanan publik, sehingga hal ini harus kami perjuangkan agar rangkap jabatan ini juga berpotensi menyebabkan terganggunya profesionalitas juga.
"ILDES juga sedang mengajukan Judicial Review terhadap UU Kementerian dengan Nomor Perkara 21/PUU-XXIII/2025, semoga rangkap jabatan Wamen merangkap Komisaris BUMN tidak ada lagi kedepan, mereka itu pastinya rangkap pendapatan juga, sehingga tidak adil dan konstitusional," tegas Rizaldy.
Rizaldy juga menegaskan bahwa Keputusan-Keputusan yang seperti ini seharusnya tidak terjadi, karena sangat mencederai nilai-nilai Konstitusi dan praktek berbangsa bernegara yang bersih dan baik.
"Kami sekali lagi sangat menolak dengan hal ini, karena tafsiran Konstitusinya telah jelas dan melanggar berbagai UU yang ada," tutup Rizaldy.[Nug]