Telusur.co.id - Menyambut diselenggarakannya pameran ulos di Meseum Tekstil, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan (LBP) mengatakan bahwa semua ulos yang dipamerkan di Museum Tekstil mulai hari ini (19/09/18, tidak bisa lagi kita temukan di pasaran. Hampir punah. Usianya ada yang lebih tua dari saya. Ironisnya, tidak ada lagi yang menenun dengan motif, teknik, bahan, dan kualitas yang sama.
“Karena itu saya sangat mendorong anak-anak beserta istri saya dan Yayasan Del untuk terus menggalakkan kegiatan seperti ini dalam rangka menggali lagi budaya-budaya kita supaya jangan hilang”ujarnya.
Luhut juga mengingatkan,kalau sudah terlanjur hilang, generasi Indonesia nanti hanya akan hidup sebagai bangsa modern, tapi tanpa budaya, tanpa identitas. Sedangkan jalan yang terbaik menurut saya, adalah menjadi modern di dalam budaya yang ada.
Oleh karena itu, ulos atau kekayaan budaya Indonesia apapun dan dari daerah manapun, harus diwariskan ke generasi yang akan datang.imbuhnya
Lebih jauh LBP menjelaskan mengenai ulos, bahwa dibaliknya adalah kisah perjuangan inang-inang (ibu-ibu) Batak.
Sejalan dengan makna ulos sebagai pengikat kasih sayang di setiap tahap kehidupan manusia, setiap tenunan benangnya adalah wujud kasih sayang seorang ibu yang bekerja siang malam demi anak-anak dan keluarganya.
“Kerri, anak saya yang paling banyak turun ke kampung-kampung di Sumatera Utara, banyak bercerita kepada saya mengenai kehidupan mereka sekarang. Di mana secara ekonomi, kondisi mereka sangat sulit.”demikian jelasnya.
Lebih rinci lahi Luhut menguraikan bahwa Modal untuk menenun satu ulos sekitar Rp 350.000. Modal berupa benang itu mereka beli dari tauke (bos) yang kemudian menjual ulos tadi ke Jakarta seharga Rp 2,5 juta. Berapa yang kembali ke kantong inang-inang? Hanya Rp 250.000 untuk kebutuhan hidup selama membuat 1 ulos, yaitu sekitar 1 bulan. Tak terbayang bagaimana mereka bertahan hidup.
Tekanan dari tauke juga yang membuat eksistensi ulos tua dengan kualitas tinggi tidak dipikirkan lagi. Karena para penenun diwajibkan untuk bekerja mengejar target, mempercepat hasil untuk memenuhi pesanan.
Melihat persoalan tersebut, kegiatan pembinaan oleh Yayasan Del tidak akan berhenti di sini. Karena misi utamanya adalah kesejahteraan ibu-ibu penenun di tanah Batak sana, selain juga menjaga kelestarian ulos. Apalagi dalam konteks pengembangan wisata di Danau Toba yang sedang dikerjakan oleh pemerintah, jangan sampai mereka malah terpinggirkan dan budayanya hilang.
Jika Anda tertarik untuk tahu lebih banyak dan mungkin ingin berkontribusi, silakan datang ke Museum Tekstil di Jakarta mulai besok, 20 September 2018-7Oktober (dibuka untuk umum).
Perhatian kecil dari kita mungkin dapat membawa perubahan besar untuk hidup orang lain.(Isk).