telusur.co.id - Pelestarian Candi Borobudur harus sejalan dengan upaya pengembangan pariwisata di kawasan sekitarnya. Keterlibatan aktif para pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk mewujudkannya.
"Upaya pelestarian harus bisa sejalan dengan langkah pengembangan pariwisata di kawasan sekitar Candi Borobudur," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat beraudiensi dengan para pelaku pariwisata dan kepala desa di kawasan sekitar Candi Borobudur, di Balkondes Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (24/6).
Para pelaku usaha dan kepala desa yang tergabung dalam Masyarakat Saujana Borobudur itu menyampaikan berbagai kendala yang dihadapi akibat kebijakan pembatasan wisatawan yang berkunjung ke Borobudur.
Para pelaku usaha yang tersebar di 20 desa sekitar Borobudur itu merasa tidak dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan pembatasan pengunjung tersebut. Sehingga pembuat kebijakan terkesan abai terhadap dampak dari kebijakan yang dibuatnya.
Karena itu, para pengusaha di sekitar Borobudur meminta para pemangku kebijakan merevisi sejumlah peraturan pembatasan kunjungan tersebut dengan proses yang lebih transparan.
Dalam audiensi itu terungkap pula masalah tumpang tindihnya pengelolaan Borobudur yang melibatkan banyak instansi, kementerian dan lembaga.
Contohnya, pariwisata di bawah Kemenparekraf, sedangkan terkait peninggalan budaya berada di bawah kewenangan Kemendikbud Ristek dan penelitian di bawah wewenang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam audiensi itu juga terkuak bahwa Badan Otorita Borobudur yang salah satu fungsinya menyinkronkan sejumlah kebijakan terkait perencanaan, pengelolaan dan pengembangan kawasan Borobudur, tidak berkedudukan di Magelang, melainkan berkantor di Yogyakarta dan Purworejo.
Menyikapi aspirasi para pelaku usaha di kawasan Borobudur itu, Rerie sapaan akrab Lestari, yang merupakan Wakil Ketua MPR RI koordinator bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah itu berpendapat, terjadinya dampak ekonomi terhadap masyarakat sekitar Borobudur karena adanya kebijakan yang kurang tepat, sehingga upaya pelestarian Candi Borobudur tidak mampu sejalan dengan semangat pengembangan pariwisata.
Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berjanji akan menyerap berbagai aspirasi tersebut dan akan disampaikan ke instansi terkait melalui saluran legislasi yang tepat.
Pada kesempatan itu hadir M Haerul Amri (Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi NasDem) yang bermitra dengan Kemendikbud Ristek, Sugeng Suprawoto (Ketua Komisi VII DPR RI) yang bermitra dengan BRIN. Kedua Wakil Rakyat itu berjanji akan membawa permasalahan tersebut ke mitra kerja mereka untuk mengupayakan solusi.
Pada kesempatan itu, arkeolog yang juga pemerhati masalah kebudayaan, Punto A Sidarto
berpendapat dalam upaya pelestarian suatu peninggalan budaya seperti Candi Borobudur, seharusnya juga memberi manfaat pada masyarakat sekitarnya.
Punto sepakat dengan pendapat para pelaku usaha di kawasan Borobudur, bahwa dalam pengembangan Borobudur seharusnya posisi masyarakat sekitarnya sebagai shareholder bukan sekadar stakeholder, sehingga juga diberi peran dalam proses perubahan kebijakan.
Pada kesempatan itu, Punto juga berpesan agar masyarakat Borobudur harus memiliki sifat telaten dalam menyikapi sejumlah perubahan, seperti telatennya nenek moyang mereka saat membangun Candi Borobudur.