telusur.co.id - Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi kabar ditetapkannya Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Syarif Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Mahfud, ini menunjukkan penegakan hukum yang tidak pandang bulu.
"Ya kita lihat proses hukum berjalan, dan menurut saya KPK ketika bicara penegakan hukum itu harus tidak pandang bulu dan itu ya dibuktikan," ujar Mahfud di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, Jum'at (10/11/23).
Mahfud mengaku memahami bahwa masih banyak kiritikan masyarakat terhadap KPK. Namun KPK telah menjawab kritik itu dengan bekerja tanpa tebang pilih.
"Itu memang semuanya harus begitu. Harus ditindak secara tegas dan transparan. Ketika KPK menetapkan seorang tersangka pasti sudah ada dua alat bukti bahwa peristiwa korupsi ini atau pencucian uang itu terjadi. Tinggal nanti menguji alat bukti itu di pengadilan," ujarnya.
Mahfud pun berpesan agar para penjabat tidak tergoda menjadi koruptor karena setiap gerak-geriknya pasti akan dipantau lembaga penegak hukum.
Sebaiknya, para pejabat meneladani sikap para pahlawan nasional. Yakni mengorbankan nyawa dan raga untuk kemakmuran rakyat.
"Sedangkan koruptor itu mengorbankan harga diri dan rakyat jelata untuk kemiskinan rakyat. Oleh sebab itu, koruptor itu jahat sekali, harus disikat," tegasnya.
Sebelumnya, Wamenkumham Eddy Hiariej menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menjelaskan, dari empat tersangka tersebut, tiga di antaranya adalah penerima suap dan satu merupakan pemberi suap.
"Dari pihak penerima, ada tiga orang, sedangkan pemberi suap hanya satu," ujar Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Kamis (9/11/23).
Tiga individu yang diduga menerima suap adalah Eddy Hiariej serta dua asisten pribadinya, yaitu Yogi Ari Rukmana (YAR) dan advokat Yosie Andika Mulyadi (YAM). Sementara orang yang diduga memberikan suap atau gratifikasi adalah seorang pengusaha yang bernama Helmut Hermawan.
Alex juga menjelaskan bahwa surat penetapan status tersangka untuk Eddy Hiariej dan tiga orang lainnya telah ditandatangani dua minggu yang lalu. "Itu (surat penetapan tersangka) sudah kami tandatangan sekitar dua Minggu yang lalu," ujarnya.
Sebagai informasi, perkara dugaan korupsi yang menjerat Eddy ini berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023 lalu.
Setelah diverifikasi dan ditelaah, pihak Pengaduan Masyarakat melimpahkan laporan tersebut kepada Direktorat Penyelidikan KPK. Di dalam perkara ini, Eddy Hiariej diduga menerima gratifikasi senilai Rp 7 miliar dari Helmut Hermawan melalui perantara asisten pribadinya.
Eddy Hiariej pernah membantah laporan Sugeng soal dugaan gratifikasi Rp 7 miliar, selepas memberikan klarifikasi di kantor KPK bersama dengan asisten pribadi (aspri) dan kuasa hukumnya.
"Kalau sesuatu yang tidak benar kenapa saya harus tanggapi serius? Tetapi supaya ini tidak gaduh, tidak digoreng sana-sini, saya harus beri klarifikasi," kata Eddy, Senin (20/3/23).
Mulanya, IPW melaporkan YAR dan YAM pada Selasa, 14 Maret 2023 atas dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp7 miliar terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan.
Menanggapi laporan tersebut, kuasa hukum Eddy Hiariej, Ricky Herbert Parulian Sitohang, membantah tudingan soal penerimaan gratifikasi oleh kliennya. Ricky mengungkapkan, uang yang diterima Yosi adalah murni fee atau bayaran atas pekerjaannya sebagai pengacara.
Ricky juga menegaskan bahwa Eddy tak menerima serupiah pun dari uang tersebut. Ia menyebut, kliennya bahkan tak tahu-menahu soal apa saja yang dikerjakan oleh Yosie.
"Tidak ada relevansi-nya antara apa yang dilakukan Saudara Yosi dengan Prof. Eddy, itu yang pertama. Yang kedua, soal aliran dana, Prof. Eddy tidak mengerti, tidak memahami, dan tidak mengetahui apa yang dilakukan Saudara Yosi dengan kliennya. Jadi, Prof. Eddy tidak pernah sepeser pun menerima aliran dana tersebut," katanya.
Akan tetapi, usai KPK melakukan klarifikasi dan gelar perkara, status kasus ini dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan pada Oktober 2023.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengungkapkan bahwa ekspose atau gelar perkara dugaan gratifikasi Eddy telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2023 setelah proses penyelidikan selesai.
Dalam ekspose itu, ungkapnya, disepakati cukup atau tidaknya barang bukti dan siapa pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Setelah dilakukan ekspos, KPK kemudian perlu menyelesaikan proses administratif hingga akhirnya mengeluarkan surat perintah penyidikan atau sprindik untuk kasus tersebut.
Ali Fikri menjelaskan, "Misalnya setelah diekspos, dan kemudian disepakati untuk naik ke tingkat penyidikan, itu tidak berarti langsung masuk ke proses penyidikan. Namun, proses penyidikan akan dimulai ketika sudah ada surat perintah penyidikan."
Pada Senin (6/11/23), Ali Fikri mengkonfirmasi bahwa proses penyelidikan terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wamenkumham telah selesai.
"Kami ingin menyampaikan bahwa saat ini semua tahap penyelidikan oleh KPK telah selesai dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari laporan masyarakat yang diterima oleh KPK," kata Ali Fikri kepada wartawan di Jakarta, Senin (6/11/23).
Ia juga menjelaskan bahwa setelah ditemukan unsur pidana, KPK akan meningkatkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan dengan menerbitkan surat perintah penyidikan atau sprindik.[Fhr]