telusur.co.id - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengkritik ide Menteri Perdagangan yang baru dilantik, Zulkifli Hasan, yang ingin menghapus minyak goreng (migor) curah. Ia menyebut Mendag payah karena seolah belum berbuat apa-apa sudah nyerah mengurus masalah migor curah.
Menurut Mulyanto, seharusnya Mendag baru hadir dengan gagasan-gagasan dan terobosan baru. Bukan malah bolak-balik pada wacana lama yang berisiko menimbulkan masalah baru.
"Keinginannya Ini senada dengan wacana yang dikembangkan oleh Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan, untuk menghapus dan melepas migor curah mengikuti mekanisme pasar," kata Mulyanto, kepada wartawan, Jumat (17/6/22).
"Jangan seperti pepatah, buruk rupa cermin dibelah. Karena ketidakmampuan mengendalikan pasokan dan harganya, maka migor curah tersebut dihapuskan dan dilepas mengikuti mekanisme pasar," sambungnya.
Mulyanto menegaskan, negara tidak boleh lepas tangan, dengan dalih menyerahkannya pada mekanisme pasar. Negara harus hadir dan bertanggung jawab melindungi segenap bangsa.
Dia menganggap kondisi ini seperti sebuah paradoks karena di negeri yang kaya sumber daya alam (SDA) dan produsen migor nomor satu dunia, namun harga CPO internasional yang tinggi tidak menjadi berkah, malah justru sebaliknya menuai musibah.
Hingga saat ini harga migor curah bertengger di angka Rp.18.150 sementara migor kemasan di angka Rp. 26.250 (data PIHPS Nasional 17/6). Masih jauh di atas HET migor curah yang sebesar Rp. 15.500 per kg, meski sudah disubsidi melalui instrumen DMO-DPO (domestic market obligation dengan domestic price obligation). Jika migor curah dikemas secara sederhana, maka tambahan ongkos sebesar Rp 1.500 per paket.
"Jadi, kita tidak bisa membayangkan, kalau migor kemasan sederhana tersebut dilepas mengikuti mekanisme pasar yang oligopolistik. Tentu harganya diduga bakal melambung seperti migor kemasan premium yang ada sekarang," tegasnya.
Politikus PKS ini menerangkan, dibanding harga migor di Malaysia, dimana migor subsisidi dijual Rp 8.500 per kg dan migor non subsidi Rp 19 ribu per kg, maka harga migor di kita ini jauh lebih mahal.
Mulyanto menilai, seharusnya harga Migor di Indonesia sama atau mendekati harga migor di negeri jiran itu. Karena sama-sama produsen CPO utama di dunia. Bahkan Indonesia, dibanding Malaysia, memiliki lahan kelapa sawit yang luas dan masih dapat ditingkatkan.
Karenanya, Mendag baru harus hadir menatakelola pasar migor ini dengan baik, bukan malah meliberalisasikannya. "Negara hadir memihak masyarakat dengan menyediakan pasokan migor yang cukup dan harga yang terjangkau, bukan menjadi kaki tangan oligarki melalui pasar yang ekstraktif," tukasnya.[Fhr]