DEM Surabaya dan BEM Ubhara Bahas Kepemilikan Proyek Terbesar Ketiga di Indonesia - Telusur

DEM Surabaya dan BEM Ubhara Bahas Kepemilikan Proyek Terbesar Ketiga di Indonesia


telusur.co.id -Blok Corridor merupakan blok gas terbesar ketiga di Indonesia setelah Proyek Tangguh dan Blok Mahakam. Sampai akhir Juni 2019, realisasi lifting gas dari Blok Corridor tercatat sebesar 827 juta kaki kubik per hari.

Menurut Ketua Serikat Pekerja Pertamina Sepuluh Nopember, Jhodi Irawan yang merupakan salah satu narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) mengatakan, kontrak awal Blok Corridor ditandatangani pada 21 Desember 1983 dengan tiga kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), yaitu ConocoPhillips (54%), Talisman (36%) dan Pertamina (10%). Kontrak blok migas tersebut akan berakhir pada 19 Desember 2023.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui perpanjangan kontrak kerjasama Wilayah Kerja (WK) Blok Corridor di Sumatera Selatan. Menteri ESDM Ignasius Jonan telah menandatangani surat keputusan tersebut untuk tetap dikelola oleh operator eksisting hingga 2043 terhitung per Desember 2023.

“Blok Corridor adalah salah satu Blok migas dari 25 blok yang akan terminasi (habis kontrak). Pertamina sebagai perusahaan Nasional siap dan mampu untuk mengelola blok migas yang ada di Indonesia,” tegas Jhodi pada FGD Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Surabaya & Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Bhayangkara Surabaya (BEM UBHARA) di Ruang Seminar Fakultas Hukum (FH) UBHARA. Minggu, (15/9/2019).

Dengan perpanjangan kontrak tersebut, kata Jhodi, Kementerian ESDM menetapkan komposisi pemilikan saham berubah menjadi ConocoPhilips (Grissik) Ltd sebesar 46%, PT Pertamina Hulu Energi Corridor 30%, dan Talisman Corridor Ltd (Repsol) 24%.

Keputusan Kementerian ESDM di atas didasarkan pada Permen ESDM No.23/2018 yang inskonstitusional. Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said telah menerbitkan Permen ESDM No.15/2015 yang memberi prioritas pengelolaan blok-blok migas habis kontrak kepada perusahaan plat merah yakni Pertamina. Namun, setelah Ignatius Jonan menjadi Menteri ESDM, Permen ESDM No.15/2015 tersebut dirubah dengan Permen No.23/2018,” ungkapnya.

Sedangkan menurut Ketua DEM Surabaya, M. Fahmy Ashari menjelaskan bahwa, berdasarkan Putusan MK No.36/PUU-X/2012 wilayah kerja (WK) migas hanya boleh dikelola BUMN sebagai wujud penguasaan negara. Hal ini sesuai amanat Pasal 33 UDD 1945 di mana negara melalui Pemerintah dan DPR, berkuasa untuk membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi sumbar daya alam milik negara. Khusus untuk pengelolaan, penguasaan negara dijalankan pemerintah melalui BUMN.

“Permen ESDM No.23 juga bertentangan dengan UU Energi No.30/2007. Pasal 2 UU Energi menyatakan energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, berkeadilan, berkelanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional,” tambahnya.

Lebih lanjut, pasal 4 UU Energi menyatakan, dalam rangka mendukung pembangunan nasional berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan sumber energi nuklir dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

“DEM Surabaya adalah wadah perjuangan untuk mewujudkan kemandirian energi nasional. Mari bersama-sama berjuang untuk penguatan energi indonesia. Kami juga mengajak kepada seluruh mahasiswa surabaya untuk memperjuangkan blok corridor untuk bisa dikelola anak Indonesia,” lugas Fahmy. [asp]


Laporan : Arianto Goder


 


Tinggalkan Komentar