DPR: Pemerintah Harus Permudah Izin Penggunaan EBT - Telusur

DPR: Pemerintah Harus Permudah Izin Penggunaan EBT


telusur.co.id - Untuk meningkatkan bauran listrik dari sumber energi baru terbarukan (EBT), pemerintah harus mempermudah izin bagi masyarakat yang menggunakannya. Termasuk mendukung masyarakat, apalagi pihak swasta, yang proaktif berpartisipasi dalam program penggunaan listrik dari sumber EBT.

"Dalam jangka pendek mestinya Pemerintah melonggarkan alur dan syarat perizinan, sehingga menarik bagi pihak swasta untuk menggunakan EBT  Jangan sampai izin berlarut-larut bahkan sampai lebih dari 6 bulan. Ini bisa membuat swasta maju-mundur," kata kata anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, di Jakarta, Rabu (3/3/21).

Mulyanto menilai, ini akan mempercepat target pemenuhan bauran energi dari sumber EBT Yang sebesar 23 persen di tahun 2025, yang tinggal 4 tahun lagi.

Terkait mekanisme dan biaya ekspor listrik, harusnya PLN dapat menegosiasikan dengan baik sesuai semangat akselerasi kontribusi listrik dari sumber EBT.

"Kalau Pemerintah masih bertindak bisnis as usual atau terkesan ogah-ogahan dalam akselerasi program EBT ini, maka dapat dipastikan target bauran EBT di tahun 2025 akan meleset," ingatnya.

Karena itu, perlu gebrakan dan progam-program inovatif dalam mendorong partisipasi sektor swasta dalam penerapan EBT ini.

Mulyanto menilai, PLTS ini sangat prospektif, selain harganya kompetitif juga sangat fleksibel untuk dipasang di atap rumah-rumah masyarakat.  Apalagi untuk daerah-daerah yang masih belum teraliri listrik, karena jauh dari transmisi listrik.

"Program ini dapat meningkatkan pemerataan listrik masyarakat menuju 100% tingkat elektrifikasi," tandas Mulyanto. 

Sebelumnya diberitakan bahwa PT. Coca Cola Amatil (CCA) Indonesia mengalami kesulitan mengembangkan teknologi EBT sebagai sumber energi alternatif. 

CCA menyebut masih ada sederet kendala yang dihadapi dalam penggunaan EBT, khususnya PLTS Atap di pabriknya tersebut.

Public Affairs, Communication & Sustainability Director Coca-Cola Amatil Indonesia, Lucia Karina, menyebut ada ada empat tantangan dalam mengembangkan EBT. 

Pertama, keterbatasan pilihan dan ketersediaan EBT. Kedua, regulasi yang kurang menunjang investasi EBT untuk institusi non pemerintah. Ketiga, investasi yang tinggi dengan periode pengembalian modal (payback period) yang panjang. Dan terakhir, tidak adanya stimulus atau insentif guna mendorong penerapan EBT oleh industri.[Fhr]
 


Tinggalkan Komentar